Kelurahan Jembatanlima, Tambora, Jakarta Barat merupakan salah satu kawasan padat penduduk. Aktivitas warganya pun begitu komplek, seakan menjadikan daerah tersebut sebagai kota yang tak pernah mati. Sebab, sebagian aktivitas di sana berlangsung selama 24 jam.
Namun siapa sangka, kalau daerah yang termasuk salah satu kampung tua di Jakarta ini, dulunya merupakan rawa dan semak belukar yang tak pernah dirambah orang. Ibaratnya, kawasan tersebut dulunya disebut sebagai "tempat jin buang anak".
Jika menilik pada sejarah, Kelurahan Jembatanlima telah beberapa kali mengubah kedudukan pemerintahan administrasinya. Pada masa pemerintahan Belanda, Kampung Jembatanlima masuk wilayah kawedanan atau setingkat Kecamatan Penjaringan.
Namun pada masa pendudukan Jepang, Jembatanlima masuk wilayah Kecamatan Penjaringan Son. Saat kemerdekaan, Jembatanlima menjadi kecamatan yang dibagi atas 3 kelurahan.
Akan tetapi kini, Jembatanlima sebagai salah satu kelurahan di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
Di kecamatan ini juga terdapat kelurahan lain yakni Kelurahan Tanahsereal, Tambora, Roamalaka, Pekojan, Krendang, Duriselatan, Duriutara, Kalianyar, Jembatanbesi, dan Kelurahanangke.
Menurut cerita tokoh masyarakat setempat, konon nama Jembatanlima diadopsi dari cerita rakyat yang menyatakan bahwa di kawasan tersebut, dulunya terdapat lima jembatan yang menghubungkan kampung satu dengan kampung yang lain.
Hal tersebut sesuai dengan catatan dalam buku sejarah kota Jakarta, yang menyebutkan nama Jembatanlima berasal dari nama jumlah jembatan yang dulu ada di daerah itu. Masing-masing adalah Jembatan di Jl Hasyim Ashari, Jembatan Kedung, Jembatan Petuakan, Jembatan Kampung Masjid, dan Jembatan Kampung Sawah.
Jembatan tersebut dulu berfungsi sebagai penghubung antara kampung di Jembatanlima. Namun sejak kawasan tersebut banyak dijamuri proyek pembangunan gedung, kelima jembatan itu sudah hilang bak ditelan zaman. Kelimanya hilang begitu saja tanpa meninggalkan bekas.
Tokoh masyarakat setempat, Arief Setiady, mengatakan, berdasarkan cerita para leluhurnya, kawasan tersebut dulunya memang terdapat lima jembatan. "Dulu sih kata orangtua di sini ada lima jembatan, tapi sekarang sudah nggak ada lagi. Katanya ada yang diuruk dan sudah kena pembangunan proyek. Sekarang mungkin tinggal satu jembatan, yaitu yang ada dekat dengan jalan raya," ujar warga Jl Laksa 3, Jembatan Lima kepada beritajakarta.com, Jumat (16/10).
Arief mengaku dirinya pernah mendengar asal mula daerah tempatnya bermukim, dari sang ayah. Ayahandanya pernah bercerita tentang adanya lima jembatan di daerah ini. Dari kelima jembatan itulah, maka kawasan tersebut dinamakan kampung Jembatanlima, yang sekarang menjadi salah satu kelurahan di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat.
"Yang saya tahu, dulu di sini jadi tempat bermukim orang yang datang dari luar daerah.
Ada yang dari Sumatera, Banten, Jawa, bahkan orang Cina. Mereka hidup berkelompok dengan membuat kampung. Hingga ada lima kampung yang besar di daerah ini. Untuk menghubungkan kampung satu dengan yang lain, dibangunlah lima jembatan," terang Arief.
Meski demikian ada beberapa versi lain mengenai asal usul pemberian nama Jembatanlima pada satu kelurahan di Tambora itu. Dari cerita orang yang beredar, nama daerah Jembatanlima diambil dari jumlah jembatan yang diurutkan dari daerah Grogol. "Di sini Jembatantiga bang, lurus terus Jembatanlima. Jadi nama Jebatanlima urutan nama jembatan mulai dari Grogol," ujar Soleman Hamid, seorang warga.
Post a Comment
0Comments
3/related/default