Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan), Thomas Djamaludin, fenomena itu bisa diamati di 12 provinsi di
Indonesia, selama mendung tak menggantung di angkasa.
Gerhana matahari terjadi karena posisi bulan terletak di antara bumi dan
matahari, sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya mentari.
Fenomena yang tergolong langka tersebut dapat membuat banyak orang kagum,
atau sebaliknya, takut bukan kepalang.
Ditilik dari asal katanya, eclipse yang berarti gerhana, berasal
dari bahasa Yunani kuno ekleipsis dengan arti 'ditinggalkan'. Arti
tersebut memang tak berbeda jauh dengan kejadian aslinya.
Ternyata, masyarakat pada masa lampau mempunyai beberapa mitos tentang
fenomena ini. Dikutip dari BT News dan Aol pada Minggu (6/3/2016), berikut adalah
mitos-mitos gerhana matahari dalam peradaban kuno.
Dewa Serigala dan Naga
Mitologi bangsa Viking menganggap bahwa gerhana matahari muncul karena ulah
dari Sköll, seorang serigala yang memburu Dewa Matahari bernama Sol.
Ketika serigala itu melahap matahari, mereka yang berada di bumi diminta
membuat suara sebising mungkin agar hewan itu memuntahkannya.
Masyarakat Tiongkok kuno juga melakukan cara yang hampir sama untuk 'membawa
kembali' matahari. Orang-orang pada masa itu menganggap bahwa naga telah
'melahap' Matahari.
Di masa itu, gerhana juga digunakan sebagai cara untuk meramalkan kesehatan
dan kesejahteraan bagi Kaisar Tiongkok. Namun para ahli meteorologi yang salah
memprediksi tanggal kemunculan gerhana, pada beberapa kasus akan dipenggal.
Di Vietnam kuno, orang-orang percaya bahwa gerhana matahari terjadi karena
kodok raksasa makan Matahari. Sementara, cerita rakyat Korea menuturkan bahwa
seekor anjing mistis mencuri matahari, mengakibatkan terjadinya gerhana
matahari.
Pada peradaban awal Amerika, suku Maya atau Aztec berpendapat bahwa gerhana
disebabkan hilangnya matahari
Kepala Iblis
Menurut mitologi Hindu, Rahu si iblis dipenggal kepalanya oleh Dewa Wisnu
karena minum nektar yang diperuntukkan bagi dewa-dewa. Kepala si iblis melayang
melintasi langit, dan ia menelan matahari.
Seperti halnya yang dilakukan oleh bangsa Viking dan Tiongkok, untuk
menakut-nakuti Rahu, umum bagi orang-orang memukuli panci dan peralatan masak.
Mereka membuat bunyi nyaring pada saat terjadi gerhana agar si iblis melepaskan
matahari dan terang kembali ke bumi.
Kemarahan dan peringatan
Sejarahwan Yunani, Herodotus, menggambarkan gerhana ketika terjadi
pertempuran antara Kelompok Medes dan Lydians di Anatolia, pada 585 SM. Menurut
catatannya, dua kelompok tersebut menghentikan peperangan saat langit siang
tiba-tiba berubah menjadi gelap.
Masyarakat Yunani kuno percaya bahwa gerhana matahari merupakan tanda
kemarahan dewa-dewi, dan terjadinya fenomena tersebut merupakan peringatan akan
datangnya bencana dan kehancuran.
Pesan damai
Suku Batammaliba dari Benin dan Togo dari Afrika Barat percaya dengan
legenda yang mengatakan, saat terjadi gerhana, matahari dan bulan sedang
bertengkar. Mereka percaya, satu-satunya cara untuk menghentikan konflik adalah
dengan mengesampingkan perbedaan yang terjadi pada orang-orang bumi.
Fenomena Meresahkan
Tidak ada catatan lengkap mengenai reaksi bangsa Mesir kuno terhadap
gerhana. Salah satu teori menyatakan bahwa peristiwa tersebut begitu meresahkan
dan juga ada yang menyebutkan bahwa itu dianggap terkait erat dengan hawa
jahat.
Para sejarawan mengatakan bahwa catatan bangsa Mesir kuno lenyap pada kebakaran di Alexandria.
Diperkirakan kejadian tersebut telah menghancurkan banyak pengetahuan yang
ditulis pada 48 SM.
Post a Comment
0Comments
3/related/default