Agama Baha’i Dilarang Tapi Diusung Orang di Indonesia
(
(Aliran-aliran Sesat Dipiara untuk Dimunculkan Saat-saat Diperlukan?)
Keberadaan (agama) Baha’i di Indonesia bukanlah hal baru. Setidaknya, jauh sebelum kemerdekaan, (agama) Baha’i ini sudah dibawa masuk ke kawasan Nusantara, yaitu sejak sekitar tahun 1878, dibawa oleh dua orang pedagang dari Persia dan Turki, yaitu Jamal Effendi dan Mustafa Rumi.
Pendiri aliran Baha’i ini adalah Mirza Ali Muhammad al-Syairazi lahir di Iran 1252H/ 1820M. Ia mengumumkan, tidak percaya pada hari qiyamat, surga dan neraka setelah hisab/ perhitungan. Dia menyerukan bahwa dirinya adalah potret dari nabi-nabi terdahulu. Tuhan pun menyatu dalam dirinya (hulul). Risalah Muhammad bukan risalah terakhir. Huruf-huruf dan angka-angka mempunyai tuah terutama angka 19. Perempuan mendapat hak yang sama dalam menerima harta waris. Ini berarti dia mengingkari hukum Al-Quran, padahal mengingkari Al-Quran berarti kufur, tandas Abu Zahrah ulama Mesir dalam bukunya Tarikh Al-Madzaahibil Islamiyyah fis Siyaasah wal ‘Aqoid .
Mirza Ali dibunuh pemerintah Iran tahun 1850, umur 30 tahun. Sebelum mati, Mirza memilih dua muridnya, Subuh Azal dan Baha’ullah. Keduanya diusir dari Iran. Subuh Azal ke Cyprus, sedang Baha’ullah ke Turki. Pengikut Baha’ullah lebih banyak, hingga disebut Baha’iyah atau Baha’isme, dan kadang masih disebut aliran Babiyah, nama yang dipilih pendirinya, Mirza Ali.
Kemudian kedua tokoh itu bertikai, maka diusir dari Turki. Baha’ullah diusir ke Akka Palestina. Di sana ia memasukkan unsur syirik dan menentang Al-Quran dengan mengarang Al-Kitab Al-Aqdas diakui sebagai dari wahyu, mengajak ke agama baru, bukan Islam. Baha’ullah menganggap agamanya universal, semua agama dan ras bersatu di dalamnya.
Abu Zahrah menegaskan: “Jika guru pertama (Mirza Ali) pada aliran ini sudah melangkah dalam penghancuran ajaran Islam dengan mengatas namakan pembaharuan, lalu penerusnya (Baha’ullah) menyempurnakannya dengan mengingkari semua ajaran Islam serta menyingkirkannya, dan penerus berikutnya (Abbas Baha’) melangkah lebih jauh dari itu. Dia bahkan mengambil kitab-kitab Yahudi dan Nasrani untuk mengganti Al-Quran.”
Baha’iyah berkembang di Eropa dan Amerika berpusat di Chicago. Aliran ini dinilai Abu Zahrah sebagi ajaran yang diada-adakan belaka. Mereka menggunakan topeng Taqiyah, yaitu cara mengelabui manusia dengan menyembunyikan alirannya, padahal yang terselubung di dalam hatinya adalah usaha untuk mendangkalkan aqidah Islam dan menghancurkan ajaran-ajarannya dan menjauhkan dari pemeluknya.
Yang pasti, lanjut Abu Zahrah, aliran Baha’iyah mempunyai kegiatan pesat di wilayah kaum muslimin di kala mereka diberi kebebasan oleh musuh-musuh Islam, yaitu penjajah. Maka Baha’iyah semakin kuat setelah terjadi perang Dunia I dan Perang Dunia II. (Lihat buku Aliran dan Paham Sesat di Indonesia oleh Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta).
Pada tanggal 15 Agustus 1962, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 264/ Tahun 1962 tentang pelarangan terhadap tujuh organisasi, termasuk Baha’i, Liga Demokrasi dan Rotary Club. Di masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Baha’i juga dilarang. Namun, ketika Abdurrahman Wahid jadi Presiden, Baha’i justru diresmikan. Sebelum Abdurrahman Wahid jadi Presiden, menurut Djohan Effendi, ia memang sering melakukan dialog dengan pengikut Baha’i di kediamanya, Ciganjur, Jakarta.
Oleh karena itu, jangan heran Baha’i masih eksis di Indonesia. Antara lain berkat “jasa” Abdurrahman Wahid. Sebagaimana dilaporkan okezone edisi 26 Oktober 2009, agama Baha’i ternyata berkembang di Desa Ringinpitu, Kedungwaru, Tulungagung, Jawa Timur. Bahkan, memiliki kantor pusat di Jakarta, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi Intel Kejari Blitar Slamet SH.
Slamet SH dalam kapasitasnya sebagai Kepala Seksi Intel Kejari Blitar telah memeriksa para petinggi Sekte Baha’i di Jawa Timur, pada hari Senin tanggal 26 Oktober 2009. Di antaranya Slamet Riyadi, Said, dan seorang perempuan. Menurut pengakuan mereka, agama Bah
Post a Comment
0Comments
3/related/default