Dalam konferensi persnya, Ketua Setnas Forum Pers Independent Indonesia (FPII) mengecam atas tindakan yang dilakukan PT. Galinium
Pharmasia Laboratories, terlebih kasus hukum tersebut telah ditangani pihak Polda Metro Jaya, yang sama sekali tidak melibatkan pihak terlapor.
"Itu namanya perampasan hak
pekerja, dan FPII akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas." kata
Mustofa HK, yang akrab disapa Opan itu, dalam konferensi pers terkait Zuan vs
PT. Galenium, di kantor FPII, Jakarta, Rabu (31/5).
Terkait berdirinya PT. Galenium PL sejak tahun 1992 harus dipertanyakan. “Kami akan kirim tim investigasi FPII untuk membongkar ijin ijin Perusahaan itu, bea pajak perusahaan Galenium, yang memiliki omset 10 milyar – 15 milyar perbulan, semua terkait PT. Galenium Pharmasia Laboratories ini akan kita tuntaskan.”ungkapnya.
Sebagai Informasi, PT. Galenium
Pharmasia Laboratories adalah Perusahaan
yang bergerak dibidang farmasi berdiri sejak tahun 1960, dengan dikelola oleh generasi kedua,
Juzardi Joesoef yang telah memiliki ribuan karyawan, bahkan telah memiliki cabang
diseluruh Indonesia.
Salah satu yang menjadi pertanyaan besar adalah mereka
yang dipecat tanpa sebab tersebut telah melakukan somasi dan tuntutan kepada
perusahaan melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jakarta Selatan. Pihak
Disnaker Jakarta Selatan juga telah melakukan mediasi dan mengeluarkan anjuran
tertulis (data terlampir), namun perusahaan tidak mengindahkannya tanpa dasar
alasan apapun.
Sebelumnya, Uzuan Fajarudin M, salah satu karyawan PT. Galenium Pharmasi Laboratories yang
menjabat sebagai General Manajer itu telah melaporkan hal terkait pemebcatan ke Polda Metro
Jaya, (LP Polda terlampir).
Prosespun
berjalan di Direskrimsus Polda Metro Jaya yang menerima laporan Uzuan, dalam
proses penyidikanpun berjalan mulus. Para pihak yang diadukan sudah dipanggil
untuk dimintai keterangannya. Namun, pada saat gelar perkara Uzuan tidak
dihadirkan.
Kuasa hukum Uzuan dari kantor hukum Marsingar & Partner mempertanyakan
atas proses hukum tuntutan kepihak perusahaan, “Klien kami merasa diabaikan
dalam meminta haknya, karena dalam proses penyelidikan terkesan ada settingan
oknum yang di dalamnya bermain. Apalagi ada keanehan ketika ada gelar perkara
sama sekali tidak ada undangan kepada klein kami sebagai pelapor. Saksi ahli
yang disampaikan oleh para penyidikpun tidak tahu seperti apa hasil yang
sebenarnya. Tiba-tiba saja kasus tuntutan kami berujung SP3. Kok bisa
diberhentikan begitu saja kasus tuntutan hak klien kami,“ jelas Nanang, SH
pengacara Uzuan.
Tuntutan
Uzuan sangat realistis, karena gajinya sejak dipecat sepihak pada bulan
November 2016 tidak pernah ia terima padahal Pemutusan Hubungan Kerja tanpa
adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial akan menjadi
batal demi hukum. Artinya, secara hukum PHK tersebut dianggap belum terjadi
(sesuai pasal 155 ayat 1 UU Ketenaga kerjaan). Dan selama putusan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha
maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (pasal 155
ayat [2] UU Ketenagakerjaan). Pekerja/buruh tetap harus bekerja dan Pengusaha
tetap harus membayarkan upahnya selama belum ada keputusan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pengusaha
dapat melakukan pengecualian berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang
sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap membayarkan upah
beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh (pasal 155 ayat [3]
UU Ketenagakerjaan). Belum lagi THR dan bonus yang seharusnya diterima tidak
dibayarkan.
“Hak
karyawan disini jelas dirampas oleh perusahaan, tapi justru disini perusahaan
merasa tidak bersalah. Sedangkan kita tahu, selama proses penyidikan pihak
penyidik Polda Metro Jaya mengatakan bahwa tuntutan klien kami akan dibayarkan,
terkecuali untuk diperkerjakan kembali pihak perusahaan menolak. Tapi apa hasil
akhirnya, kasus yang ditangani oleh Polda Metro Jaya memberhentikan kasus
tersebut dengan alasan tidak ada unsur pidananya. Kami menganggap aneh dan
tidak menutup kemungkinan perusahaan ada main mata dengan oknum Direskrimsus
Polda Metro Jaya,“ tambah Nanang dengan nada tinggi.
Keanehan
muncul dari beberapa sumber Uzuan yang mengatakan bahwa pihak perusahaan
mengatakan tidak ada pemanggilan kepada Bos PT. Galenium Pharmasia Juzardi
Joesoef yang di laporkan, sedangkan dalam surat SP2HP yang diberikan penyidik
pemanggilan kepada Juzuardi Joesoef tertera dalam Surat Pemanggilan atas kasus
Laporan dan tuntutan Uzuan.
Bahkan
pihak Polda Metro Jaya melalui Direskrimsus ketika dikonfirmasi terkait
perkembangan atas kasus pemecatan Uzuan mengatakan, bahwa kasus Ketenagakerjaan
menganut ultimum remidium (pidana alternative terakhir,red) dan akan
dikoordinasikan dulu dengan pihak perusahaan dan terkait wartawan menurut salah
satu penyidik agar ditampung dulu. Agar nanti dilaporkan berjenjang.
”Tentunya
kami menganggap ada permainan atas penanganan kasus Uzuan. Keterbukaan
informasi public disini jelas-jelas tidak ada. Bahkan terkesan ditutup-tutupi,”
Nanang menambahkan.
Akibat
kekecewaan Juan atas memperjuangkan hak-haknya, pada Rabu, 31 Mei 2017 Juan
meminta bantuan Forum Pers Indepenedent Indonesia (FPPI) menggelar Konfernsi
Pers dengan tema,”Karyawan dipecat sepihak tanpa pesangon di SP3,PT. Galenium
bermain mata sam oknum Polda”.
Dalam
kesempatan tersebut Juan mengatakan bahwa, “Saya ini merasa dipermainkan oleh
perusahaan, mereka tidak gantle menghadapi masalah saya ini. Dari proses media
di Disnaker Jakarta Selatan pun mereka hanya satu kali hadir. Selebihnya tidak
pernah hadir, bahkan Disnaker memberikan Surat secara resmi menganjurkan agar
memberikan hak-haknya. Namun, hingga saat ini perusahaan mengabaikan anjuran
Disnaker tersebut. Kemudian saya pun melaporkan pihak Polda Metro Jaya, namun
prosesnya mandeg tanpa alasan yang jelas, “ ujar Juan.
Menyikapi
hal itu, Mustofa HK selaku Ketua Setnas Forum Pers Independent Indonesia (FPII)
saat ditemui di kantornya di Jakarta Selatan, Senin (29/5), menyayangkan sikap
ketidakjelasan hukum terhadap pelapor (Uzuan).
“Ini
namanya perampasan HAK pekerja oleh perusahaan yang menganggap hukum dapat
dibeli.” Ujarnya.
Dikatakan
Mustofa atau yang akrab disapa Opan ini membenarkan bahwa Uzuan telah
mendatangi kantor FPII minggu lalu sambil memperlihatkan bukti-bukti bobroknya
perusahaan kelas kakab tersebut, dan meminta Forum Pers Independent Indonesia
(FPII) untuk mendampingi dirinya maupun kuasa hukumnya dalam pembelaan
hak-haknya yang sudah dirampas PT. Galenium Pharmasi Laboratories, serta
mengawal proses hukumnya yang dianggap hukum telah terbeli.
Dalam
kesempatan yang sama Kasihhati selaku Ketua Presidium FPII menengaskan
bahwa,“Kami akan awasi, kawal dan dampingi Uzuan selaku pihak pelapor yang
telah didzholimi oleh PT. Galenium Pharmasi Laboratories maupun pihak
Direskrimsus Polda Metro Jaya sampai kasus ini tuntas,” tegas Kasihhati dengan
tetap mengedepankan independensi jurnalistik.
Lebih
lanjut Kasihhati juga membeberkan terkait berdirinya PT. Galenium Pharmasi
Laboratories harus dipertanyakan ijinnya. Sejak tahun 1960 perusahaan yang
bergerak di bidang farmasi itu berdiri di perumahan elite di kawasan
Adityawarman, Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
“Jika
melihat dan menelaah persoalan yang muncul, dengan melakukan pemecatan karyawan
seenaknya. Tentunya ada borok dan bau busuk yang mungkin sengaja disembunyikan
oleh perusahaan ini. Dan selain itu, kami akan pertanyakan ijin – ijinnya,
apakah diperbolehkan perusahaan sekelas PT. Galenium Pharmasi Laboratories
diperbolehkan berkantor di area perumahan elite yang memiliki omset 10 milyar
rupiah sampai 15 milyar rupiah per bulan, ini jelas banyak yang bermain baik
dari pihak Pemda maupun pembayaran pajaknya… yaaaaa… semua akan kita bongkar
kasus ini.” Ancam Kasihhati.
Kasus
pemecatan Juan mendapatkan dukungan berupa pendampingan dari Deputi Advokasi
FPII,dalam keterangan persnya melalui Ketua Deputinya,Wesly H. Sihombing
menegaskan,”Kami disini akan memberikan pengawalan hingga tuntas. Banyak hal
yang ganjil dalam proses hokum yang ditangani oleh Direskrimsus Polda Metro
Jaya. Tentu kami tidak bias tinggal diam dalam persoalan ini, sebuah bukti
tidak adanya keterbukaan informasi public yang entah sengaja atau tidak yang
dilakukan oleh pihak Dirreskrimsus Polda Metro Jaya. Kami segera menyiapkan
langkah-langkah hokum selanjutnya untuk mendapatkan haknya saudara Juan, “
tegas Wesly.