Pewarta Tambora Jakarta – Sebagaimana ramai
diberitakan bahwa seorang wartawan Antara, Ricky Prayoga, mengalami nasib naas
saat meliput pertandingan bola basket Indonesia Open 2017 di Jakarta Convention
Center Senayan Jakarta, Minggu, 18 Juni 2017.
Ricky sempat mengalami kekerasan
fisik oleh sekelompok oknum Brimob yang sedang berjaga di lokasi kegiatan. Hal
itu dipicu oleh hal sepele, yakni hanya masalah saling pandang tatap mata
antara Ricky dan seorang diantara Brimob tersebut.
Bahkan menurut pengakuan Ricky,
seorang Brimob yang menyerangnya sempat berkata, “kita kokang (tembak – red)
juga neh orang”. Sesuatu yang amat ganjil, menunjukkan keangkuhan oknum polisi
yang arogan, mentang-mentang menenteng senjata yang dibelikan rakyat.
Menanggapi kejadian hal tersebut,
Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, menyatakan keprihatinannya dan meminta
perhatian Kapolri agar memberikan pengajaran dan pendidikan kepada anggotanya,
khususnya di satuan Brimob.
Menurut alumni PPRA-48 Lemhannas RI
tahun 2012 itu, anggota Polri di satuan Brimob, umumnya tidak memiliki
kecerdasan intelektual, emosional, dan karakter yang memadai.
Berikut, tanggapan lengkap Ketum
PPWI, yang juga merupakan trainer jurnalistik warga bagi ribuan anggota
TNI/Polri, PNS, guru, siswa/mahasiswa, hingga wartawan, LSM, karang taruna, dan
tukang ojek.
Berikut Tanggapan Ketum PPWI Wilson
Lalengke yang juga Pembina dan Penasehat Media Pewarta Tambora :
1. Di internal polisi, unit brimob merupakan
satuan yang kurang disukai, sama halnya dengan masyarakat umum alergi dengan
unit ini. Alasannya sama, karena umumnya personil brimob itu banyak yang
angkuh, sok jagoan, merasa paling hebat di antara para polisi lainnya. Hal itu
tentu terkait langsung dengan kelengkapan mereka yang siang-malam tidur, makan,
mandi, hingga jalan-jalan, pasti bersama senjata. Senjata brimob sekaliber
dengan peralatan perang militer. Jadilah satuan brimob sombongnya minta ampun.
2. Parahnya, rata-rata anggota
brimob itu tidak memiliki kecerdasan memadai. Doktrin brimob, hantam dulu,
perkara lain diurus belakangan. Jadi, mereka tidak dibekali kemampuan berpikir
cerdas, apalagi berpikir soal etika, moralitas, dan analisis dampak sebuah
perbuatan, mereka hampir nol koma nol. Itulah brimob.
3. Jadi, menurut saya, masyarakat
yang harus cerdas menyikapi oknum-oknum (yang hampir semuanya itu) brimob dalam
interaksi di lapangan. Kalau ada gelagat yang menunjukkan kekurang-cerdasan
dari oknum brimob, sebaiknya menjauh segera, jangan ladeni sepatah katapun,
saya ulangi, jangan ladeni sepatah katapun.
4. Bagi wartawan, dan siapapun warga
yang diperlakukan anarkis secara fisik, oleh oknum brimob itu, lapor propam
segera. Semoga ada dokumentasi dari para wartawan lain tentang oknum-oknum
brimob itu.
5. Harapan saya kepada Kapolri,
berilah sedikit pengajaran dan pendidikan yang memadai bagi para anggota di
unit brimob itu, agar tingkat kecerdasan mereka, baik secara intelektual maupun
emosional dan karakter manusiawinya meningkat sedikit, walaupun hanya naik satu
digit, dari 0,0 menjadi 0,1. Jangankan rakyat, TNI saja kesal melihat
polah-tingkah para oknum brimob itu. (Heri/rls)