Lurah Pekojan Tri Prasetyo Utomo tengah melakukan pendataan Becak sesuai kebijakan pemprov DKI |
Hal
ini pun menjadi perbincangan bagi kalangan elit politik, terutama berkaitan
dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum
hanya mengatur becak di Jakarta. Beberapa pekan lalu, masyarakat di hebohkan
dengan kehadiran puluhan Becak di kolong Flayover Bandengan Utara III,
Kelurahan Pekojan, Tambora, Jakarta Barat.
Namun, di balik keinginan Anies itu tersimpang
sejarah panjang perjalanan becak di Jakarta. Berikut sejarah perjalanan becak
di Jakarta hingga akhirnya mulai dilarang beroperasi
Berikut Perjalanan Becak di
Jakarta Tahun 1936:
Becak mulai
beroperasi di Jakarta tujuh tahun kemudian jumlah becak sudah mencapai 3.900
unit.
1951:
Jumlah becak di
Jakarta tercatat 25.000 yang dikemudikan oleh 75.000 orang dalam tiga shift.
1967:
Saat DPRD-GR
Jakarta mengesahkan perda tentang pola dasar dan rencana induk Jakarta
1965-1985, yang antara lain tidak mengakui becak sebagai kendaraan angkutan
umum.
1970:
Gubernur DKI Ali
Sadikin, mengeluarkan instruksi melarang memproduksi dan memasukkan becak ke
Jakarta, termasuk rayonisasi becak. Tahun tersebut jumlah becak diperkirakan
150.000 becak, yang dikemudikan 300.000 orang dalam dua shift. Tahun berikutnya
Pemda menetapkan sejumlah jalan protokol dan jalan lintas ekonomi tidak boleh
dilewati becak.
1972:
DPRD DKI mengesahkan Perda no. 4/1972, menetapkan
becak, sama dengan opelet, bukan jenis kendaraan yang layak untuk Jakarta. Saat
itu becak berkurang dari 160.000 menjadi 38.000.
1988:
Gubernur DKI
Jakarta Wiyogo Atmodarminto dalam instruksi No 201/1988, memerintahkan para
pejabat di lima wilayah kota untuk melakukan penyuluhan terhadap pera pengusaha
dan pengemudi becak dalam rangka penertiban becak di jalan sampai penghapusan
seluruh becak dari Jakarta. Saat itu becak tercatat 22.856 becak.
1990:
Pemda DKI
memutuskan becak harus hilang dari Jakarta, Kesabaran selama 20 tahun untuk
membiarkan becak tetap ada di jalanan dianggap sudah cukup sebagai tenggang
rasa dari Pemda DKI.
Awal tahun 1990
becak yang masih tersisa di Jakarta, tercatat berjumlah sekitar 6.289 becak.
Becak dilarang beroperasi di Ibu Kota sejak April 1990, ditetapkan melalui
Perda No 11/1988.
24 Juni 1998:
Gubernur DKI
Sutiyoso menyatakan, Selama masa krisis ekonomi, angkutan umum yang disebut
becak dibolehkan beroperasi di Ibu Kota. Bila situasi dan kondisi ekonomi sudah
pulih kembali, maka larangan becak beroperasi di kawasan hukum Ibu Kota
diberlakukan lagi.
25 Juni 1998:
Gubernur DKI
Jakarta Sutiyoso menginstruksikan kepada Wali Kota se-DKI Jakarta agar membina
kehadiran becak selama resesi ekonomi, dengan cara memberi tempat operasi,
supaya tidak mengganggu ketertiban umum. Lokasi beroperasinya becak, kata
Sutiyoso, hanyalah di jalan-jalan lingkungan yang tidak dijangkau oleh
kendaraan bermotor, dan roda empat.
29 Juni 1998:
Izin lisan yang
diberikan Gubernur Sutiyoso yang membolehkan beroperasinya angkutan umum becak
di Jakarta, ditarik kembali. Dengan demikian, becak dilarang beroperasi di
wilayah hukum DKI Jakarta.
Meski usia izin
lisan itu hanya sempat berlaku tujuh hari, namun jumlah becak yang masuk ke
Jakarta sudah mencapai sekitar 1.500 buah.
10 Maret 1999:
Sedikitnya 800
pengayuh becak dengan mengendarai 400 becak mendatangi Balaikota DKI Jakarta.
Mereka yang berada di sana sejak pagi ingin bertemu Gubernur Sutiyoso untuk
menyampaikan tuntutan agar becak diperbolehkan beroperasi di wilayah permukiman
dan jalan nonprotokol Ibu Kota. Di samping itu, mereka juga meminta Pasal 18
Peraturan Daerah (Perda) No 18/1998 tentang pelarangan becak di Jakarta diubah.
15 April 1999:
Pemerintah Daerah
(Pemda) DKI Jakarta menolak untuk mengubah Peraturan Daerah (Perda) DKI No
11/1988 tentang pelarangan becak beroperasi di Ibu Kota. Namun begitu, Gubernur
DKI Jakarta Sutiyoso tetap menawarkan alih profesi para pengemudi becak
tersebut melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS).
9 November 1999:
Sekitar 5.000
pengayuh becak, yang dipimpin Ketua Konsorsium Kemiskinan Kota, Wardah Hafidz
berunjuk rasa ke Gedung DPRD DKI dan menuntut Perda No 11/1998 dicabut. Saat
menerima perwakilan para pengayuh becak, Wakil Ketua DPRD DKI Tarmidi Suharjo
menyatakan setuju untuk mencabut perda tersebut.
10 November 1999:
Becak tetap dilarang
beroperasi di wilayah DKI Jakarta, sebab Peraturan Daerah (Perda) No 11/1998
masih berlaku. Pasal 18 Perda No 11/1998 melarang orang atau badan membuat,
menjual, dan mengoperasikan becak di wilayah Ibu Kota tegas Gubernur DKI
Jakarta Sutiyoso.
31 Januari 2000:
Ratusan pengayuh
becak yang dimotori Konsorsium Kemiskinan Kota, sebuah lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang dipimpin Wardah Hafidz, berunjuk rasa ke Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Mereka masih
mengajukan tuntutan lama, yaitu pencabutan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1988
tentang Ketertiban Umum di Ibu Kota yang melarang becak beroperasi.
15 Februari 2000:
Wilayah Jakarta
Timur dan Jakarta Selatan dinyatakan bersih dari becak sejak diadakan operasi
mulai Desember tahun 1999. Dari 6.649 becak yang tercatat beroperasi di
Jakarta, sekarang tinggal 3.519 yang tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Utara,
dan Jakarta Barat.
"Pembersihan
becak masih terus dijalankan terutama di beberapa kantung yang jadi konsentrasi
angkutan tersebut," kata Kepala Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pusat Pengendalian Ketegangan Sosial DKI, Raya Siahaan.
17 Februari 2000:
Sebanyak 139
koordinator pangkalan becak yang mewakili sekitar 5.000 tukang becak di wilayah
DKI Jakarta (penggugat) melalui kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi
Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Jakarta, dan Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (Elsam) menggugat Gubernur DKI Jakarta
Sutiyoso (tergugat). Sutiyoso dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) No
11/1988 tentang Ketertiban Umum dalam Wilayah DKI Jakarta. Gugatan itu
didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
28 Februari 2000:
Koordinator Urban
Poor Consortium (UPC) Wardah Hafidz bersama staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Jakarta Daniel Panjaitan serta sebelas tukang becak, ditangkap dan dibawa ke
Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya.
Penangkapan
tersebut menyusul aksi unjuk rasa yang mereka lakukan sejak pagi di Istana
Merdeka, Jakarta. Namun demikian, polisi tidak menahan mereka. Setelah dimintai
keterangan oleh aparat Polda Metro Jaya, Wardah dan kawan-kawan dipulangkan.
31 Juli 2000:
Ratusan tukang
becak memekik kegirangan usai putusan sidang perkara gugatan tukang becak
(penggugat) terhadap Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso (tergugat) di Pengadilan
Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Ketua Majelis Hakim
Manis Soejono dalam putusannya menyatakan, penggugat dapat melaksanakan
pekerjaan sebagai penarik becak di jalan-jalan permukiman dan pasar.
1 Agustus 2000:
Meskipun kalah
melawan para pengayuh becak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gubernur DKI
Sutiyoso terus merazia becak. Sutiyoso juga menolak memberikan ruang gerak atau
tempat beroperasi bagi becak, sekalipun di kawasan terbatas.
6 November 2000:
Sekitar 400 warga
yang menuntut penghapusan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 1988 tentang
Ketertiban, melakukan unjuk rasa di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) DKI Jakarta. Warga yang terdiri dari para pemulung, pedagang kaki lima,
tukang becak, dan anggota keluarganya itu, berunjuk rasa dibawa oleh lembaga
swadaya masyarakat (LSM) Urban Poor Consortium (UPC) pimpinan Wardah Hafidz.
19 Juli 2001
Ribuan tukang
becak, pedagang kaki lima, pengamen, dan pengemis, Kamis (19/7) siang melakukan
unjuk rasa di Balaikota DKI Jakarta menuntut pencabutan Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum.
13 Agustus 2001
Pemerintah Daerah
(Pemda) DKI Jakarta mengadakan operasi "penggarukan" becak secara
serentak di lima wilayah DKI Jakarta.
2012-2017
Pemprov DKI Jakarta
yang secara berturut-turut dipimpin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok, dan Djarot Saiful Hidayat tetap mengikuti aturan
yang berlaku dengan melarang becak beroperasi di Jakarta.
Jokowi yang beberapa
tahun setelahnya terpilih menjadi presiden dikirimi surat oleh seorang tukang
becak soal kekecawaan larangan becak beroperasi di Jakarta.
2018
Gubernur DKI
Jakarta Anies Baswedan ingin kembali menghidupkan becak di Jakarta. Salah satu
caranya dengan membuat rute khusus yang bisa dilalui moda transportasi
tradisional itu.