Kepada Media ini Wilson mengatakan,
bahwa situasi yang terjadi di negeri kita saat ini, juga ke masa depan, tidak
lepas dari kondisi global. Hiruk-pikuk yang terjadi di dalam negeri di berbagai
bidang, terutama politik dan keamanan, sangat jelas terkait dengan
tarik-menarik kepentingan masyarakat di level internasional.
Segala isu yang laris-manis di pasaran
pemberitaan dengan maksud menimbulkan “huru-hara” akan dimainkan oleh para
pemimpin kelompok kepentingan.
Wilson menjelaskan, Perang asimetris
(perang non-militer) antar bangsa antar negara, termasuk antar kelompok di
internal sebuah bangsa/negara, yang memanfaatkan publikasi informasi yang
didukung oleh teknologi informasi, dengan tujuan “mengalahkan lawan
berperang”,
Saat ini adalah sesuatu yang nyata.
Produksi informasi provokatif dan propaganda adalah bentuk senjata-senjata
ampuh untuk mengalahkan lawan.
Disamping itu, Alumni PPRA-48 Lemhannas
RI tahun 2012 itu, juga menilai ada upaya untuk membenturkan kelompok-kelompok
dominan di suatu bangsa atau negara, contoh dalam hal ini TNI dengan Polri,
atau antar kelompok politik, kelompok ekonomi, kelompok agama, dan lain sebagainya,
merupakan salah satu strategi efektif yang dimainkan dalam perang asimetris
ini.
“Publikasi informasi adalah senjata dan
amunisinya,” sebut Wilson, Minggu (4/3/2018) di Jakarta.
Ketum PPWI Nasional juga menjelaskan,
bahwa media menjadi tulang punggung utama dalam proses saling menaklukan di era
perang moderen hari-hari ini. Dan wartawan lanjutnya, merupakan bagian tidak
terpisahkan dari pertikaian asimetris yang dominan berbasis digital tersebut.
“Tanpa idealisme, nasionalisme, dan
patriotisme yang baik, wartawan hanya akan menjadi pion-pion tanpa akal yang
dimainkan para pemimpin kelompok kepentingan yang sedang berperang,” kata
Wilson.
Dijelaskannya lagi, Kasus “tuduhan”
beberapa media mainstream terhadap Babinsa di lingkungan Kodam III Siliwangi
itu termasuk salah satu contoh real, betapa perang asimetris telah bekerja
efektif sehingga pejabat setingkat Pangdam harus turun tangan mengawal anak
buahnya menghadapi lawan perangnya.
“Jelas sasarannya adalah mengukur
seberapa kuat jajaran militer Indonesia menangkis serangan-serangan non-militer
yang diarahkan kepada institusi andalan negara Indonesia ini,” tegas Wilson
Lalengke, yang merupakan trainer jurnalistik bagi ribuan anggota TNI, Polri,
guru, mahasiswa, dan masyarakat umum di berbagai daerah di Indonesia.
Kendatipun demikian, Wilson juga
menghimbau agar segenap elemen bangsa di negeri ini, terutama media massa dan
jajaran pekerjanya (wartawan, kontributor, editor, redaktur, pimred, dan
pemilik media) seyogyanya untuk berhati-hati.
"Jangan biarkan diri anda
dimanfaatkan oleh pihak lain, menjadikan anda sebagai pion-pion tidak berontak,
tanpa sadar menjalankan segala perintah sesuai keinginan para kelompok
kepentingan yang sedang bermain perang-perangan saat ini. Jadilah pelaku Jurnalisme
yang memiliki sifat jujur, terpercaya, dan penuh integritas. Hindarkan diri
anda menjadi pelacur jurnalisme," jelas dan harap Wilson.
Diketahui bersama, bahwa belum lama ini
Kapendam III Siliwangi, Kolonel Arh Desi Ariyanto telah menggunakan hak jawabnya
untuk mengklarifikasi terhadap pemberitaan di sejumlah media cetak dan online
yang memuat artikel tentang anggota Babinsa.
Kapendam III Siliwangi, Kolonel Arh
Desi Ariyanto mengatakan, bahwa dalam judul pemberitaan tersebut telah dinilai menyudutkan
institusi TNI angkatan darat yang pada hal ini adalah Babinsa yang bertugas di
Kodam III Siliwangi.
Dalam klarifikasinya, Kapendam III
Siliwangi menjelaskan apa yang diberitakan tersebut tidaklah benar. ” Itu tidak
benar, kalau ada Babinsa Kodam III Siliwangi yang ikut terlibat dalam
penyebaran hoaks tentang penyerangan ulama beberapa waktu yang lalu,” sebut
Kolonel Arh Desi Ariyanto, kepada wartawan, Senin 26 Febuari 2018 lalu..
Selain itu, melalui Kapendam III
Siliwangi, Karopenhumas Mabes Polri juga sudah menjelaskan bahwa pihak Divisi
Humas Mabes Polri tidak pernah mengeluarkan pernyataan tentang tuduhan Babinsa
sebagai dalang penyebaran hoaks.
Wawan Setia Permana, anggota Babinsa
juga telah melakukan klarifikasi setelah diperiksa di Mabes Polri, bahwa
dirinya tidak pernah menerima pertanyaan dan memberikan keterangan terkait
adanya keterlibatan Babinsa dalam penyebaran berita hoaks penyerangan para
ulama.
Selain itu, di WhatsApp juga beredar
fakta-fakta dan kronologis Babinsa penyebaran hoaks, ” Kami tegaskan bahwa
berita tersebut bukan buatan Kodam III Siliwangi. Itu disebarkan oleh pihak
yang tak bertanggung jawab,” tegasnya.
Kapendam III Siliwangi, Kolonel Arh
Desi Ariyanto juga mengucapkan terimakasih kepada Divisi Humas Mabes Polri yang
juga telah membuat klarifikasi kepada Kodam III Siliwangi dan kepada media.
Ia, juga mengimbau, bagi media yang
telah memberitakan hal tersebut, supaya secara bijaksana untuk tidak lagi
memuat berita tersebut. “Tujuannya, agar masyarakat tidak resah, dan soliditas
TNI dan Polri, sinergitas TNI Polri bisa semakin kokoh dan kuat untuk menjaga
kedaulatan serta keutuhan NKRI,” jelas Kolonel Arh Desi Ariyanto. (rls/ppwi)