Dalam kesempatan di persidangan, Dian Wibowo, SH Kuasa Hukum MHK dengan gamblang membacakan Pledoi nota
pembelaan atas kliennya Mustofa Hadi Karya (MHK) di depan Majelis Hakim dan
JPU.
Kata Dian, setiap individu dalam hal ini terdakwa Mustofa Hadi Karya
berhak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur dalam pasal
28D ayat 1 UUD 1945 dan pasal 3 - 6 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang diatur dalam pasal 18 ayat 1 dengan penegasan bahwa setiap orang
yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangkakan melakukan suatu tindak
pidana berhak dianggap TIDAK BERSALAH sampai dibuktikan kesalahannya secara Sah
dalam suatu persidangan sesuai dengan ketentuan hukum.
"Dalam perkara yang melibatkan anggota pers berlaku undang -undang
pers nomor 40 tahun 1999 dan SEMA nomor 13 tahun 2008 tentang meminta
keterangan saksi ahli dewan pers terkait kasus delik pers tidak begitu saja
dapat langsung dipidanakan." Ucap Dian pada wartawan.
Kata ia, hal ini menjadi keprihatinan tersendiri ketika Jaksa Penuntut
Umum melakukan dakwaan sejumlah pasal kombinasi antara dakwaan primer dan
subsider dengan dakwaan alternatif kepada pekerja Media Massa / Pers atas nama
Mustofa Hadi Karya, dimana selain SEMA ada pasal dalam kitab Undang Undang
Hukum Pidana (KUHP) bisa menjadi acuan pers tidak harus di kriminalkan. Hal itu
tertuang dalam pasal 310 ayat 3 disebut perbuatan demi kepentingan umum tidak
masuk katagori pencemaran, sementara di pasal 50 KUHP, barang siapa
melaksanakan ketentuan Undang Undang, dia tidak di pidana.
Lanjut Dian, sangat aneh dan unik apabila diamati dalam fakta - fakta
persidangan, terutama dari seluruh saksi tidak ada yang mengarah akan perbuatan
(daad) terdakwa Mustofa sebagai pelaku pemerasan.
"Salah alamat dalam laporan kepolisian Kades Wawan tentang adanya
dugaan pemerasan, terapi yang unik tidak ada satupun saksi dari staf desa,
tetapi hanya dari ormas yang tidak ada hubungannya dengan desa." Papar
Dian.
Bahkan kata Dian pada Wartawan, kliennya dituduhkan pasal 369 ayat 1 Jo
pasal 55 ayat 1 ke 1. Namun pada faktanya tidak didapati unsur itu.
"Fakta - fakta di persidangan telah terungkap tidak adanya
kesaksian dari kades Wawan maupun dari para saksi Ajat, Cecep, Yoga dan Banyu
Rahayu anggota kepolisian yang bertugas anggota Resmob Polres Garut. Ketidak
singkronan pernyataan saksi di persidangan dan tidak adanya pernyataan
pernyataan pelapor maupun para saksi yang mengatakan klien saya meminta
sejumlah uang, bahkan klien saya memberikan solusi program untuk membangun desa
Margalaksana." Beber Dian.
Menurut pandangan hukum, Dian Wibowo menjelaskan adanya pemaksaan dari
pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya yang bernama Mustofa Hadi
Karya untuk dijerat pasal 369 ayat 1 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1, bahwa faktanya
tuntutan JPU tidak mendasar dengan tidak adanya dua (dua) alat bukti yang SAH.
Bahkan JPU terkesan tidak mendengarkan hasil persidangan, namun hanya melakukan
copy paste BAP dan surat dakwaan atas diri Mustofa.
"Kami sangat keberatan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum atas diri
Mustofa Hadi Karya, maka kami selaku penasehat hukum terdakwa berpendapat
tuntutan JPU terhadap diri Mustofa TIDAK TERBUKTI SECARA SAH dan MEYAKINKAN
melanggar ketentuan dakwaan alternatif yaitu pasal 369 ayat 1 KUHP." Tegas
Dian.
Yang dilupakan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa, pertama kliennya
menyimpan kwitansi pada saat menerima uang yang diberikan Cecep untuk pembuatan
advetorial desa margalaksana, namun belum sempat diberikan ke Kades Wawan
dikarenakan dirinya sudah terlebih dulu dibawa ke Polres Garut.
Kedua, bahwa kades Wawan dan para saksi sudah mencabut tuntutan hukum
terhadap terdakwa Mustofa Hadi Karya, sehingga menurut ketentuan pasal 369 ayat
2 KUHP pemidanaan terdakwa Mustofa menjadi GUGUR dan tidak perlu dilanjutkan.
"Unsur tersebut membuktikan bahwa Mustofa Hadi Karya TIDAK
TERBUKTI secara Sah dan meyakinkan terdakwa MHK telah melakukan perbuatan
melawan hukum." Sambung Dian.
Menurutnya, pandangan dan penilaian hakim menjadi persfektif hukum
tersendiri yang dituang dalam satu putusan dan menjadi ketentuan yang mengikat.
Akan tetapi ketentuan tersebut jangan sampai berbenturan dengan peraturan
perundang -undangan yang lain.
"Mudah - mudahan dalam perkara ini, majelis hakim juga melihat
nota pembelaan kami sebagai acuan dalam mengambil keputusan agar melihat
undang-undang tidak sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan sesuai
peraturan perundang-undangan yang telah diamanatkan sebagai peraturan yang pro
rakyat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita lihat agenda Minggu depan
dengan jawaban Jaksa Penuntut Umum atas pledoi tersebut,” tutup Dian. (PPWI)