PEWARTA-TAMBORA.COM, JAKARTA - Wilson Lalengke
belakangan jadi pembicaraan hangat di kalangan jurnalis, khususnya di lingkaran
organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Pasalnya, Ketua Umum Persatuan
Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu beberapa waktu lalu mengeluarkan pernyataan
yang cukup memerahkan telinga para pengurus PWI.
Wilson mensinyalir bahwa Team
Pencari Fakta (TPF) PWI atas kasus tewasnya wartawan Muhammad Yusuf dibiayai
oleh oknum pengusaha hitam di Kalsel, Haji Isam.
Atas statemen lulusan PPRA-48
Lemhannas RI tahun 2012 itu, PWI membantahnya dan mengatakan bahwa TPF dibiayai
secara mandiri oleh organisasi itu.
Tidak cukup sampai di situ, dari
pemberitaan yang beredar, PWI berencana akan melaporkan Wilson Lalengke dan
media-media yang mempublikasikan pernyataannya tersebut ke polisi.
"Kami juga sedang
mempertimbangkan untuk melaporkan ke polisi, sumber dan penyebar
informasi dan media-media yang memuat menyebarkan berita fitnah itu,” tegas
Helmie, salah satu anggota TPF PWI yang dikutip dari situs jejakrekam.com.
Merespon hal tersebut, lulusan pasca
sarjana bidang studi Global Ethics dari Birmingham University, Inggris, itu
menanggapi santai saja.
Ia justru prihatin dan merasa
kasihan dengan pola pikir para pengurus PWI yang seharusnya lebih cerdas dan
arif dalam menyikapi sebuah persoalan jurnalisme.
"Saya prihatin dan kasihan
dengan teman-teman saya di PWI itu. Padahal mereka bukan orang baru di dunia
jurnalistik dan media massa. Seharusnya lebih cerdas dan arif bijaksana dalam
menyikapi pemberitaan yaa," ujar Wilson melalui saluran WhatsApp-nya,
Sabtu (23/06/2018).
Di antara para pengurus PWI, lanjut
pria yang juga sebagai Ketua Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (PERSISMA)
ini, ada yang lulusan program doktor di luar negeri dan aktivis Hak Azasi
Manusia (HAM).
"Pengurusnya ada yang lulusan
S-3 dari luar negeri, dan pejuang HAM, seharusnya mereka paham bahwa
mengeluarkan pendapat dan kemerdekaan pers adalah Hak Azasi Manusia yang paling
azasi, HAM yang harus mereka hargai, hormati dan junjung tinggi," imbuh
pemimpin redaksi Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) itu dengan nada heran.
Ia kemudian menduga bahwa pernyataan
PWI yang akan membawa persoalan ini ke ranah hukum merupakan reaksi emosional
tanpa berpikir terlebih dahulu.
Dia berharap agar kawan-kawan PWI
belajar HAM dengan lebih serius dan mendalam.
"Pelajari dan pahami apa itu
HAM, khususnya terkait dengan HAM mengeluarkan pendapat sebagaimana tertuang
dalam pasal 28, 28F UUD Negara Republik Indonesia dan HAM kemerdekaan pers
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4 ayat (1) dan (3) UU No. 40 tahun
1999," terbangnya.
Wilson menyayangkan pernyataan PWI
seperti yang sudah tersiar luas di beberapa media massa.
Ia mengatakan bahwa para pengurus di
organisasi warisan orde baru itu kurang memahami konsistitusi dan perundangan
yang ada, khususnya UU No. 40 tahun 1999.
"Aneh jika wartawan yang
memperjuangkan kemerdekaan pers malahan menjadi penghianat terhadap
perjuangannya sendiri. Jangan jadi penghianat konstitusi dan UU Pers dong,
malu-maluin saja," pungkas Wilson Lalengke yang juga adalah anggota
Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 (Kappija-21) itu.
(PPWI/Red)