M. Yusuf, seorang wartawan Sinar Pagi Baru harus mengalami nasib naas, tewas di dalam tahanan Polres Kota Baru, Kalimantan Selatan |
PEWARTA-TAMBORA.COM, JAKARTA
- Seorang wartawan media Sinar Pagi Baru dikabarkan telah meninggal
dunia di Rumah Tahanan Kotabaru, Minggu (10/6). Ia ditahan saat menjalani proses
hukum atas dugaan pelanggaran UU ITE.
Wartawan Kemajuan Rakyat, M.Yusuf (40) ditangkap lantaran dilaporkan oleh Managemen
PT.Multi Sarana Argo Mandiri (MSAM) atas kasus pencemaran nama baik.
Hal
ini pun menuai banyak perhatian dan juga keprihatinan bagi kalangan pimpinan
organisasi Pers, Kuasa Hukum almarhum M.yusuf hingga pihak Dewan Pers.
Ketua Umum PPWI Nasional, Wilson Lalengke |
Berikut
Statement Ketua Umum PPWI Nasional, Wilson Lalengke
Wilson
Lalengke, Ketua Umum PPWI Nasional, menyampaikan rasa duka yang mendalam
disertai keprihatinan yang amat sangat atas kondisi perlakuan aparatur hukum di
Negara ini terhadap wartawan.
“Saya
atas nama pribadi dan keluarga besar PPWI menyampaikan turut berbelasungkawa,
berduka cita atas kematian rekan jurnalis senior, M.Yusuf, semoga almarhum khusnul
khotimah, keluarga yang ditinggalkannya senantias tabah, tawakal, dan ikhlas
dalam menghadapi situasi ini,” ujar Wilson melalui pesan elektroniknya,
(10/6/2018).
Dikatakan
Wilson, kondisi kehidupan pers selama ini yang tidak mendapatkan perlindungan
serius dari negara, menurut Wilson, merupakan penyebab utama ancaman kematian
demi kematian harus menjadi sahabat karib para wartawan dan pekerja media di
seantero negeri ini
Almarhum M.Yusuf, Wartawan Sinar Pagi Baru, Saat Di Dalam Tahanan, Foto : (Ist) |
Lanjut
Wilson, sebenarnya kita punya konstitusi, pasal 28 F Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang sangat jelas menjamin hak seluruh rakyat untuk
melakukan fungsi jurnalistik, yakni mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan
menyebarluaskan informasi melalui segala saluran yang tersedia.
“Pasal
itu kemudian diturunkan dalam bentuk undang-undang, salah satunya UU No 40
tahun 1999, yang dalam pasal 4 ayat (1) menyatakan: Kemerdekaan pers dijamin
sebagai hak asasi warga negara,” jelas peraih kelulusan PPRA-48 Lemhannas
dengan Nilai A (Lulus dengan Pujian) itu.
Ketua Umum DPP SPRI, Heintje Mandagie |
Ketua
Umum DPP SPRI, Heintje Mandagie Sesalkan Sikap PPR Dewan Pers
Ketua
Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Heintje Mandagie, menyesalkan
sikap PPR Dewan Pers yang menjadi salah satu alasan kuat hingga polisi
menangkap almarhum M.Yusuf.
“Dewan
Pers menilai produk berita M.yusuf memang beritikad buruk, melanggar kaidah
jurnalistik, dan tidak bertujuan untuk kepentingan umum serta tidak sesuai
fungsi pers,” ujarnya dalam press relesnya.
Parahnya,
lanjut Mandagie, ahli Dewan Pers juga menilai kasus M.Yusuf dapat dikenakan
pidana umum. Atas kondisi ini kami DPP SPRI mengecam keras tindakan Dewan Pers
mengkriminalisasi hasil karya jurnalistik yang dibuat oleh almarhum M.Yusuf.
“Dewan
Pers sudah bertindak diluar batas kewenangannya, dan bahkan menghianati dan
melanggar fungsi Dewan Pers itu sendiri,” tandasnya.
Kuasa
Hukum Almarhum M.Yusuf Sesalkan Penangguhan Penahanan Ditolak Kejaksaan.
Sebelumnya,
Kuasa Hukum M.Yusuf, Dr.Ery Setyanegara menyebut, saat almarhum menjalani
persidangan atas kasus tersebut, Ia sudah mengajukan penangguhan penahanan
karena ada riwayat sakit. Ironisnya, penangguhan penahanan itu ditolak
kejaksaan.
“Kami
sangat berduka dan sangat prihatin dengan kejadian ini. Kami minta dilakukan
visum et reertum untuk mengetahui penyebab kematian saudara M.yusuf. kami
menyesal penangguhan penahanan ditolak kejaksaan,” ujarnya. Minggu (10/6/2018).
Sekretaris Jenderal Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Pusat yang juga anggota Dewan Pers, Hendry Ch. Bangun,
|
Lalu
benarkah Dewan Pers merekomendasikan agar polisi menggunakan UU ITE, bukan UU
Pers dalam Kasus M.Yusuf ?
Anggota
Dewan Pers Hendry Ch Bangun dalam keterangan beberapa saat lalu, Senin (11/6)
meragukan hal itu. Dari pernyataan Hendry dapat disimpulkan bahwa polisi belum
pernah berkonsultasi dengan Dewan Pers dalam kasus M.Yusuf.
“Terkadang
seperti penangkapan wartawan di Medan. Kata polisi ada rekomendasi, ternyata
polisi hanya ngomong dengan ahli pers. Bukan rekomendasi Dewan Pers,” ujarnya.
Prinsipnya,
Dewan Pers tidak mungkin memberikan rekomendasi untuk (wartawan) dipidana,”
sambung Hendry yang juga Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Hendry
juga mengatakan, karya jurnalistik seorang wartawan dilindungi UU Pers,
terlepas apakah sang wartawan atau medianya sudah memiliki sertifikat atau
belum.
Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang |
Dewan
Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang Kecam Sikap Polisi
Sementara Ketua Dewan Kehormatan PWI, Ilham Bintang, menyesalkan pihak kepolisian yang tidak menggunakan mekanisme seperti diatur dalam UU 40/1999 tentang Pers.
"Kita
mengecam sikap polisi yang membutakan matanya menangani kasus berita hanya
lantaran yang merasa dirugikan oleh berita itu seorang tokoh pengusaha yang
memiliki jaringan luas di kalangan penguasa. Termasuk pihak kepolisian,"
ujar Ilham Bintang.
Selain itu, sambungnya, PWI juga menyesalkan sikap Dewan Pers yang tidak aktif memediasi pihak yang bersengketa. Dia khawatir, dengan sikap seperti ini Dewan Pers tidak bisa menjalankan amanah UU Pers dalam kasus pers melawan penguasa dan pengusaha besar.
Selain itu, sambungnya, PWI juga menyesalkan sikap Dewan Pers yang tidak aktif memediasi pihak yang bersengketa. Dia khawatir, dengan sikap seperti ini Dewan Pers tidak bisa menjalankan amanah UU Pers dalam kasus pers melawan penguasa dan pengusaha besar.
Kepala
Bagian Humas Polda Kalsel, M Rifai : Kasus ini ditangani Polres setempat
(Polres Kotabaru)
Sementara,
Kepolisian Resor Kotabaru, Kalimantan Selatan, masih menyelidiki tewasnya
wartawan media Kemajuan Rakyat, Muhammad Yusuf, di lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIB, Kotabaru, Minggu (10/6/2018).
M.Yusuf
dijebloskan ke penjara karena dugaan menulis berita provokasi dan menghasut
yang merugikan perusahaan sawit PT.Multi Sarana Argo Mandiri (MSAM) milik Andi
syamsudin Arsyad (Haji Isam).
“Yusuf
sempat mengeluhkan sakit dada, sesak nafas, disertai muntah-muntah lalu oleh
petugas Lapas dibawa ke UGD RSUD Kotabaru. Daari hasil visum sementara tidak
ditemukan tanda kekerasan, tetapi kami masih menunggu hasil rekam medis RSUD
Kotabaru,” ujar Kapolres Kotabaru AKBP suhasto.
Yusuf
dinyatakan meninggal pada pukul 15.00 Wita dan dimakamkan pada Senin (11/6) pukul
10.00 wita. Warga desa Hilir Muara, Kecamatan Pulau laut Utara ini merupakan
tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru dengan kasusu pencemaran nama bik dan
ujaran kebenceian melalui berita di media Kemajuan Rakyat.
Yusuf disangkakan
melanggar Pasal 45 A UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Dengan ancaman pidana
enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar. Ia mulai ditahan pada April
2018 usai polisi berkonsultasi dengan Dewan Pers.
"Kami telah menerima laporan tentang kasus meninggalnya tahanan yang juga seorang wartawan di Lapas Kotabaru. Kasus ini ditangani Polres setempat (Polres Kotabaru)," tutur Kepala Bagian Humas Polda Kalsel, M.Rifai, Senin (11/6).(Bs/red)
"Kami telah menerima laporan tentang kasus meninggalnya tahanan yang juga seorang wartawan di Lapas Kotabaru. Kasus ini ditangani Polres setempat (Polres Kotabaru)," tutur Kepala Bagian Humas Polda Kalsel, M.Rifai, Senin (11/6).(Bs/red)