"Endingnya mudah ditebak, PWI akan mengeluarkan
pernyataan bahwa almarhum meninggal secara wajar," ungkap Wilson Lalengke,
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga
Indonesia (PPWI) melalui WA-nya di grup Menggugat Dewan Pers, malam ini
sekitar 22.30 WIB.
Menurut Wilson, aroma tidak sedap itu mencuat, berdasar
informasi yang diperolehnya, dua hari setelah meninggalnya Mohammad Yusuf,
ratusan wartawan di Kalsel "pesta pora" di rumah Gubernur Kalsel.
Seperti diketahui, Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, adalah paman
kandung IS.
"Walau tema acara buka puasa bersama, tapi IS
bagi-bagi ampau," ungkap Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu. dikutip ppwinews.com. Rabu (20/6/2018).
Dia menyebut, wartawan junior dan kroco menerima ampau sebesar Rp 500 ribu. Sedang Pemred maupun owner media diguga mencapai belasan juta.
Dia menyebut, wartawan junior dan kroco menerima ampau sebesar Rp 500 ribu. Sedang Pemred maupun owner media diguga mencapai belasan juta.
"Maksudnya apa itu? Tak masuk dalam nalar saya,"
tulisnya di WA, seraya menyebut para wartawan itu sebagai robot tanpa hati,
para begundal IS.
"Kawannya tewas di penjara, eh, malah mereka berbahagia
dibagi THR oleh simafioso itu," sambungnya dengan nada jengkel.
Lagi-lagi Wilson menyebut mereka gerombolan pecundang gila.
"Semua wartawan di sana penakut, penjilat pantat Isam," ujarnya.
Wilson juga meminta hati-hati terhadap manuvet PWI yang
dinilainya pengkhianat pers.
"Waspada dan siapkan semangat perlawanan," pintanya kepada jajaran pers yang tidak tercatat pada PWI dan Dewan Pers.
"Waspada dan siapkan semangat perlawanan," pintanya kepada jajaran pers yang tidak tercatat pada PWI dan Dewan Pers.
Apalagi, tambahnya, mendiang Mohammad Yusuf tidak tercatat
sebagai anggota PWI, yang selalu dicibir dan dianggap sebelah mata sebagai
wartawan abal-abal.
"Lho kok, tiba-tiba mereka peduli menelisik kematian
almarhum dengan membentuk TPF," ujar Wilson.
Begitupun Ketua Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia
(IPJI), Taufiq Rachman SH, Ssos, juga mensinyalir ketidakberesan PWI sebagai
TPF.
"Kan, PWI selama ini tidak pernah membela wartawan yang
bukan anggotanya. Lho kok sekarang, adanya dugaan pelanggaran berat tewasnya
mendiang, kok PWI punya solidaritas tinggi. Mau jadi pahlawan kesiangan,"
semprot Taufiq.
Padahal, menurut dia, tewasnya Mohammad Yusuf, tak bisa
dilepaskan dari induk semangnya PWI, Dewan Pers. Sebab, Dewan Pers yang memberikan rekomendasi kasus almarhum tindak
pidana. Bukan delik pers.
"Rekomendasi itu yang membuat penyidik menahan sehingga
tewas di tahanan," ujar Taufiq yang menyakini tidak adanya pembelaan dari
Dewan Pers.
"Jika ada, saya yakin nasib Mohammad Yusuf tidak
mengenaskan," sambungnya.
Taufiq menyebut, andai saja rekomendasi meminta H. Isam
untuk melakukan bantahan sesuai Kode Etik Jurnalistik, kasusnya tidak akan
seperti itu.
"Cuma, karena Dewan Pers memandang sebelah mata, ya
akhirnya Allah punya cara lain membuka aib diskriminasi Dewan Pers pada
wartawan di Indonesia," papar Taufiq
(IPJI/PPWI)