Kedatangan ratusan pekerja media tersebut,
menuntut pertanggung jawaban Dewan Pers yang dianggap lalai, diskriminatif, dan tidak
proporsional dalam membuat berbagai kebijakan terkait Jurnalis sehingga
menimbulkan gejolak di kalangan insan wartawan, bahkan berujung dengan
kriminalisasi terhadap pekerja media.
Ketua Umum Persatuan Wartawan
Republik Indonesia (PWRI) yang turut serta dalam aksi demo tersebut mengatakan,
bahwa Dewan Pers secara nyata tidak mampu menjalankan fungsinya, sebagai layaknya
institusi yang seharusnya memberi perlindungan, pembinaan, dan pengayoman
terhadap organisasi maupun insan jurnalis.
“Dewan Pers nyata-nyata tidak mampu menjalankan fungsinya, carut marut jurnalis seperti yang terjadi belakangan ini, juga akibat dari kebijakan yang dikeluarkan tidak proporsional dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Selain itu, kriminalisasi terhadap pekerja pers terus mengemuka, dan Dewan Pers terkesan melakukan pembiaran begitu saja,” kata Suriyanto.
Ketua Umum Komite
Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) Ozzy S. Sudiro menyampaikan, saat ini insan
jurnalis Indonesia tengah bergejolak, khususnya setelah adanya ketidaksetaraan
atau pemisahan antara jurnalis lokal dan jurnalis yang menamakan dirinya
mainstream.
“Mereka
dibelenggu dengan kebebasan dalam sangkar. Satu diangkat yang satu dipijak
dengan politik belah bambu yang selalu diterapkan dalam berbagai kebijakan. Ini
harus segera dituntaskan agar tidak berlarut-larut dan menjadi pemicu,” tegas
Ozzy menyampaikan melalui pernyataannya dihadapan sejumlah awak media di Gedung
DP Lantai lima, Jalan Kebon Sirih Raya No. 32-34, Jakarta.
Ozzy menilai saat ini lembaga yang seharusnya bisa mewadahi dan melindungi tugas wartawan dilapangan dan bisa merangkul semua lini insan jurnalis tengah lupa pada sejarah kemerdekaan Pers yang dipelopori oleh MP yang mengafiliasi organisasi Pers reformis dan coba menghapus catatan sejarah itu. Hal ini tentu bertolak belakang dengan esensi jurnalistik yang selalu mengedepankan edukasi dalam konteks pencerdasan kehidupan bangsa.
“Bagaimana bisa,
wartawan dituntut untuk profesional, kompetensi, melaksanakan etika jurnalistik
sementara DP itu sendiri menunjukkan kebohongan publik dan kejahatan yang tidak
beretika. Ingat, penghapusan catatan sejarah merupakan pembohongan, pembodohan
dan kejahatan yang harus segera diluruskan,” tukasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua
Presidium FPII Kasihati, bahwa tuntutan tolak kriminalisasi wartawan yang
didengungkan teman-teman kepada Dewan Pers untuk mencabut Peraturan Dewan Pers
tentang verifikasi dan menuntut Dewan Pers tentang kebijakan Uji Kompetensi
Wartawan dan penunjukan Lembaga Verifikasi karena melanggar UU no 13/2003
tentang ketenaga kerjaan.
“Kembalikan keberadaan seluruh
organisasi Pers yang berbadan hukum sebagai konstituen Dewan Pers, selesaikan
sengketa Pers lewat Sidang Majelis Kode Etik di masing-masing organisasi pers
tempat wartawan bernaung, salam perjuangan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional, Wilson Lalengke menegaskan, hanya terjadi di Indonesia, sebuah karya Jurnalistik diangap perbuatan kriminal oleh Dewan Pers.
“Puluhan
ribu media dan ratusan ribu wartawan harus diselamatkan dari tindakan
kesewenagan Dewan Pers,” tuturnya.
Begitu
juga Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Hence Mandagi
mengatakan, tindakan Dewan Pers melaksanakan verifikasi organisasi
wartawan yang menetapkan sendiri peraturannya dengan cara membuat dan
menerapkan Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Wartawan kepada
seluruh organisasi pers masuk kategori Perbuatan Melawan Hukum.
Akibat perbuatan tersebut menyebabkan anggota dari
organisasi-organisasi Pers yang memilih anggota Dewan Pers pada saat
diberlakukan UU Pers tahun 1999 kini kehilangan hak dan kesempatan untuk ikut
memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers,” ujarnya.
Ditempat terpisah, Senator Republik Indonesia, Asal Sulawesi Utara Beny Ramdhani juga meminta kepada Kapolri dan Dewan Pers untuk segera menghentikan Kriminalisasi Pers. Ia mengecam keras tindakan aparat Kepolisian dan Dewan Pers yang mengkriminalisasi Jurnalis atas karya jurnalistiknya.
Ditempat terpisah, Senator Republik Indonesia, Asal Sulawesi Utara Beny Ramdhani juga meminta kepada Kapolri dan Dewan Pers untuk segera menghentikan Kriminalisasi Pers. Ia mengecam keras tindakan aparat Kepolisian dan Dewan Pers yang mengkriminalisasi Jurnalis atas karya jurnalistiknya.
“Penangkapan
dan pemidanaan wartawan adalah wujud penghianatan terhadap perjuangan
reformasi. Pers itu adalah bagian dari reformasi yang harus dijaga
kemerdekaannya,” ujar aktivis 98 ini mengkritisi penerapan pasal pidana umum
dalam penanganan sengketa pers.
Menurut
Ramdhani, Dewan Pers seharusnya menjadi Lembaga yang paling terdepan melindungi
dan menjamin kemerdekaa Pers.
“Kalau
rekomendasinya justru menjadikan wartawan dipidan, da nada yang tewas dalam tahanan,
maka sebaiknya seluruh personil Dewan Pers tahu malu dan membubarkan diri
sebelum dibubarkan,” terangnya. (red)