Anang Prihantoro (berbatik orange) dan penulis Wilson Lalengke (pakai topi) berfoto bersama rekan PPWI di depan Pendopo Kebon Kredo, Bandar Jaya, Lampung Tengah, Provinsi Lampung (Minggu, 15/09/2019) |
Jakarta – Tidak diketahui secara persis siapa dan kapan kopi mulai dikenal sebagai bagian dari (menu) minuman bagi manusia. Namun, cerita yang paling melegenda hingga kini mengatakan bahwa kopi bermula dari cerita Kaldi, seorang penggembala kambing di Ethiopia, yang melaporkan kepada biarawan di desannya tentang keheranannya menemukan kambing-kambingya yang terlihat sangat gesit, berlari kesana-sini, tidak lelah, bahkan tidak mengantuk sepanjang malam. Hal itu terjadi setelah kambing-kambingnya memakan semacam buah berry (buah kopi) yang banyak tumbuh di sekitar desanya.
Sang biarawan akhirnya mencoba mengambil buah berry bersebut dan menumbuknya, melarutkannya dalam air di cangkir dan meminumnya. Ia kemudian merasakan suasana segar, berenergi, bersemangat, dan sangat bertenaga untuk melanjutkan tugas-tugasnya sebagai biarawan yang cukup padat dan melelahkan. Biarawan itu selanjutnya memperkenalkan kepada rekannya sesama biarawan, yang kemudian menyebar ke masyarakat kebanyakan.
Berita tentang buah berry (kopi) dari Ethiopia itu akhirnya sampai juga di Semenanjung Arabia. Di daerah yang dihuni oleh bangsa-bangsa Arab dan Persia ini, kopi kemudian menjadi salah satu komoditi perdagangan yang cukup penting. Bahkan, pada abad ke-15, perkebunan kopi mulai diperkenalkan di Yaman, Syria, Turky, dan negara-negara sekitarnya.
Kunjungan para jemaah haji dari berbagai wilayah setiap tahun ke Tanah Suci Mekkah mempercepat penyebaran informasi yang menyulut keinginan banyak orang di berbagai bangsa untuk mencicipi minuman bernama kopi. Jadilah kopi sebagai buah-bibir di mana-mana, hingga mencapai daeratan Eropa, Asia Tengah, dan bahkan ke Rusia dan China.
Ketenaran kopi sempat terusik ketika beberapa pemimpin keagamaan di Roma memberi cap minus terhadap minuman berwarna hitam dari Arabia ini, yang dianggap sebagai minuman setan. Akhirnya, pemuka agama setempat meminta ‘fatwa’ dari Pope Clement VIII, pemimpin agama tertinggi di Roma.
Sri Paus Clement VIII mencoba mencicipi minuman kopi ini sebelum mengambil keputusan. Ketika Sri Paus menemukan rasa yang amat menyenangkan, menyegarkan dan menambah semangatnya, akhirnya ia memutuskan bahwa kopi bukan minuman setan, atau dipengaruhi setan. Kopi adalah minuman ‘halal’ dan sangat baik untuk manusia.
Indonesia sebagai salah satu penghasil kopi dunia juga memiliki sejarah kopi yang cukup menarik dan unik. Perjalanan kopi ditemukan dalam “Serat Centhini; Tembangraras-Amongrogo” dari karya sastra kuno, yang menceritakan sejarah masuknya kopi ke Indonesia melalui Jatinegara, lalu tersebar ke Tanah Priangan (Jawa Barat), hingga akhirnya penanaman kopi dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera, seluruh pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Flores hingga Papua.
Dalam litreratur lainnya, menyebutkan bahwa pada tahun 1696 Pemerintah Belanda membawa kopi dari Malabar, sebuah kota di India, ke Indonesia melalui Pulau Jawa. Alur tersebut tertulis di salah satu arsip dari kongsi dagang Pemerintah Hindia Timur Belanda, yang lebih dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Di tahun 1707, Gubernur Van Hoorn mendistribusikan bibit kopi ke Batavia, Cirebon, kawasan Priangan serta wilayah pesisir utara Pulau Jawa.
Tanaman baru ini akhirnya berhasil dibudidayakan di Jawa sejak 1714-1715. Sekitar 9 tahun kemudian, produksi kopi di Indonesia sudah sangat melimpah dan mampu mendominasi pasar dunia. Bahkan pada saat itu jumlah ekspor kopi dari Jawa ke Eropa telah melebihi jumlah ekspor kopi dari Mocha (Yaman) ke Eropa.
Kini, Sumatera menjadi salah satu sentra produksi kopi dunia. Daratan tinggi Gayo di Provinsi Aceh, konon menduduki posisi nomor 1 se-Asia dalam hal produksi kopi. Wilayah pertanian kopi dan suhu udara serta kesuburan Tanah Gayo menjadi faktor penting yang menjadikannya sebagai sentra produksi kopi di Indonesia.
Provinsi Lampung, khususnya Lampung Barat, juga tidak kalah penting sebagai pusat produksi kopi untuk nusantara dan dunia. Kawasan perkebunan Lampung Barat merupakan contoh perkebunan terbaik di Provinsi Lampung dalam hal peningkatan produksi dan mutu kopi. Daerah ini juga telah menjadi lahan perkebunan kopi percontohan bagi Provinsi Lampung dan Nasional.
Komoditas kopi telah menjadi mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di Lampung Barat. Data menunjukkan luas lahan perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat telah mencapai hampir 80.000 hektar, dengan hasil produksi biji kering per tahun mencapai 30.000 ton per hektar.
Salah satu praktisi Kopi Lampung adalah Anang Prihantoro, seorang putra Bandar Jaya, Lampung Tengah, yang sejak muda menggeluti dunia per-kopi-an secara serius. Pria menjelang paruh baya ini dikenal masyarakat Lampung maupun di tingkat nasional, tidak hanya sebagai pekebun kopi, tapi juga sebagai pakar alias ahli kopi nusantara.
Anang, yang saat ini masih menjabat sebagai Senator DPD RI dari Lampung itu, memiliki lahan perkebunan kopi yang luas di Lampung Barat. Ia memberdayakan masyarakat sekitar perkebunan untuk mengolah dan mengelola kebun kopinya.
Tidak hanya itu, Anang juga membantu masyarakat petani kopi lainnya untuk mengembangkan produksi kopi mereka dan memperkenalkan teknologi pasca panen untuk meningkatkan kualitas serta nilai tambah hasil panennya.
Menurutnya, kopi Lampung dapat menjadi andalan ekspor provinsi Lampung dan Indonesia jika kualitas dan peningkatan nilai tambah produk kopi dapat dilakukan secara kontinyu dan massif.
Untuk mewujudkan visinya dalam meningkatkan kualitas dan nilai tambah hasil panen kopi Lampung, Anang yang juga merupakan Anggota Dewan Pakar DEKOPI (Dewan Kopi Indonesia) DPD Provinsi Lampung ini telah mengemas hasil perkebunan kopinya dalam brand spesial “Kredo Coffee”.
Tampaknya, melalui merek dagang “Kredo Coffee” ini, Anang bermaksud menjadikan kopi sebagai menu penting yang dapat menjadi booster (pemicu) semangat bagi setiap penikmat kopi dalam mengembangkan imajinasi, mencari ilham, meretorika pikiran, mengkonstruksi sketsa maya, untuk kemudian menghasilkan buah pikiran yang bening, jernih, dan futuristik.
Kredo Coffee bersiap-siap untuk soft opening di awal Oktober 2019 ini. Kredo Coffee dapat dijadikan teman bekerja, sahabat dalam berkarya, serta menjadi media bersosial-bermasyarakat, membangun silahturahim antar sesama, antar manusia, dimanapun, kapanpun.
Kredo Coffee, baik dalam arti filosofi maupun dalam pengertian sebenarnya, tidak hanya akan menjadi menu harian di rumah-rumah warga. Kopi dari Tanah Bukit Barisan ini akan menjadi hidangan spesial di berbagai warung, kedai, restoran, bahkan mall dan perkantoran.
Karena kopi, dengan beragam varian produknya, segera akan merajai seluruh peradaban kuliner manusia di jagad ini. Kopi bahkan telah merasuk masuk parlemen, menjadi salah satu minuman terfavorit para anggota dewan perwakilan dan senator di berbagai negara.
Karena Kredo Coffee adalah kita, tersebab oleh kopi kita dapat melahirkan kredo.
Sumber:
http://www.ncausa.org/about-coffee/history-of-coffee
https://tanameracoffee.com/ID/sejarah-penyebaran-kopi-di-indonesia/
https://ahlikopilampung.com/2013/03/17/statistik-perkebunan-kopi-di-lampung/