PEWARTA TAMBORA, JAKARTA - Dewan Pers mengecam atas kekerasan dan intimidasi yang dilakukan polisi terhadap wartawan saat meliput demonstrasi menolak Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dewan Pers juga prihatin dan menyesalkan pemberitaan yang menimbulkan keresahan masyarakat serta berpotensi meningkatkan eskalasi konflik terkait peristiwa kekerasan di berbagai wilayah, khususnya di Wamena, Papua.
Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry CH Bangun mengingatkan, kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
"Prihatin dan mengecam serta mengutuk semua tindakan penghalangan, kekerasan, intimidasi dan penganiayaan yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap wartawan yang sedang melakukan kegiatan jurnalistik," ujar Bangun, Selasa (1/10/2019).
Dewan pers mendesak Polri menindak tegas personelnya yang menghalangi dan melakukan kekerasan, intimidasi serta penganiayaan terhadap wartawan untuk diproses sesuai ketentuan hukum.
Perusahaan pers juga diminta memperhatikan keselamatan wartawan dengan menggunakan perangkat keselamatan saat meliput peristiwa, terutama di wilayah yang berpontensi kerusuhan.
"Mendesak kepada wartawan yang mengalami kekerasan segera membuat laporan kepada perusahaan pers dan kepolisian dalam waktu 24 jam," ucapnya.
Selain itu, perusahaan pers diminta mendampingi wartawan yang menjadi korban kekerasan dalam pembuatan visum serta membuat pelaporan kepolisian dalam waktu 24 jam. Dewan Pers akan melakukan koordinasi bersama polisi berdasarkan MoU 2017.
"Mendesak agar seluruh perusahaan pers menegakkan kode etik jurnalistik untuk tidak menulis atau menyiarkan peristiwa berdasarkan prasangka, diskriminasi terhadap Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) dalam kebijakan redaksinya," katanya.(lis/h2t)
Berikut Sikap Dewan Pers Atas Kekerasan dan Penghalang-halangan Kerja Wartawan
By -
Tuesday, October 01, 2019