_Oleh: Wilson Lalengke_
Jakarta - Media-media arus utama nasional beberapa waktu lalu terciduk memberitakan hoax tentang Presiden Jokowi soal Putusan PTUN Jakarta (1). Tidak kurang dari 27 media, termasuk Kompas dan Tribunnews (2), melakukan pelanggaran yang masuk kategori kejahatan jurnalistik fatal karena menghianati elemen dasar jurnalisme, yakni kewajiban pertama adalah kepada kebenaran dan loyalitas pertama kepada warga negara atau publik (3).
Walaupun jelas media-media itu telah memberitakan kebohongan yang secara langsung berkaitan dengan orang nomor wahid di negeri ini, yakni Presiden Republik Indonesia, namun 27 media itu hanya diberi peringatan pre-memori alias pura-pura oleh Dewan Pers tanpa sebuah keharusan meminta maaf kepada Presiden.
Bahkan, mereka malah beruntung sebab masih mendapat berkah apresiasi dan ucapan terima kasih dari petinggi Dewan Pers (4). Rendah sekali nilai dan harga diri bangsa ini, presidennya boleh diinjak-injak kepalanya oleh para cecunguk media tersebut, lantas dengan enteng minta maaf dan diberi ganjaran terima kasih oleh lembaga Dewan Pers sontoloyo itu.
Tidak heran, jika perilaku brutalisme jurnalistik, menyebarkan berita bohong terus berulang (5), dan bahkan menjadi budaya yang dipertontonkan setiap saat dengan tanpa rasa empati sedikitpun oleh media-media itu. Lihat saja, Kompas dan Tribunnews dengan tidak malu-malu, menayangkan berita hoax yang bersumber dari press conference Kapolsek Kalideres, Selasa, 14 Juli 2020.
Ramai-ramai media itu, diikuti oleh para pencari donasi ceperan, membuat pemberitaan dengan judul tendensius Polsek Kalideres tangkap wartawan dan polisi gadungan (6). Mereka hanya menuliskan berita dari sudut pandang oknum Kapolsek Kalideres yang sedang kelimpungan mencari pembenaran atas keboborokan kinerja mereka terkait kasus ini.
Kompas dan Tribunnews bersama media pecundang lainnya sama sekali tidak berupaya meminta klarifikasi atau menanyai para tersangka yang jelas-jelas ada di depan hidung mereka saat konferensi pers yang diselenggarakan oknum Kapolsek yang terindikasi sebagai herder si rentenir penadah KJP yang jadi sumber masalah dalam kasus ini.
Untuk Anda media Kompas dan Tribunnews, dan lainnya yang menayangkan release Kapolsek Kalideres, Kompol Slamet, itu, perlu Anda ketahui bahwa keempat orang itu adalah wartawan media online bidikfakta.com yang tergabung dalam PPWI Media Group.
Juga, dalam tim media yang berupaya menginvestigasi praktek illegal penggadaian KJP oleh Tanti Andriani, ada oknum polisi dari Unit Provost Polda Metro Jaya bernama Gugun Gunadi. Dia bukan polisi gadungan, Gugun benar-benar polisi aktif yang menurut keterangan Leo Sitepu, salah satu polisi di Unit Reskrim Polres Jakarta Barat, yang bersangkutan sedang diproses di Polda Metro Jaya (7).
Sangat disayangkan bahwa dalam kasus ini, media sebesar Kompas dan Tribunnews bisa mengulang kesalahan yang sama, terjebak dalam kejahatan jurnalistik memalukan lagi. Anda sangat teledor, bisa ditipu oleh oknum kapolsek yang sedang cari selamat dari persoalan ini.
Bahkan di media Tribunnews, beritanya bisa masuk ruang Breaking News (8). Berita itu sudah basi. Peristiwa penangkapan rekan wartawan itu terjadi 32 hari yang lalu, tepatnya tanggal 12 Juni 2020, namun Kapolsek buru-buru buat konferensi pers saat ini untuk tujuan tertentu. Beritanya masuk rubrik Breaking News, waraskah Anda?
Memang hidup di masa pandemi Covid-19 sangat berat. Tapi tanpa idealisme jurnalistik yang menjunjung tinggi kebenaran, menempatkan fakta sebagai basis utama pemberitaan, dan keberpihakkan kepada publik, bukan kepada aparat dan penguasa, maka karya Anda tidak lebih dari jurnalisme sampah yang meracuni dan menghancurkan bangsa ini. Kalian termasuk kelompok pengusung jurnalisme zombie, jurnalisme tanpa jiwa, bahkan cenderung jurnalisme penghancur keluhuran peradaban.
Sementara kawan-kawan wartawan itu dizolimi sedemikian rupa oleh oknum aparat, Anda kemudian datang menambah bilur luka di wajah mereka. Anda zolimi mereka dan keluarganya secara membabi buta. Namun, jangan kuatir. Mereka tidak akan menuntut balik Anda semua. Mereka sadar bahwa manusia harus senantiasa tetap menyayangi binatang sebagai sesama mahluk Tuhan yang perlu dikasihani.
Satu saran untuk Anda para pengelola media-media berkonten hoax tentang kasus praktek illegal penggadaian KJP ini: “Jikapun nafas tinggal satu-satu, keadaan itu tidak mesti jadi alasan untuk jadi penjilat pantat kapolsek”. (WIL)
Referensi:
1. 27 Media Akui Kesalahan Pemberitaan Soal Putusan PTUN Papua https://nusadaily.com/metro/27-media-akui-kesalahan-pemberitaan-soal-putusan-ptun-papua.html
2. Baca Surat Dewan Pers kepada para pengadu (Ade Armando, dkk) Nomor: 506/DP-K/VI/VI/2020 tertanggal 16 Juni 2020 tentang Tanggapan atas Pengaduan.
3. The elements of journalism https://www.americanpressinstitute.org/journalism-essentials/what-is-journalism/elements-journalism/
4. Baca Surat Dewan Pers kepada para pengadu (Ade Armando, dkk) Nomor: 506/DP-K/VI/VI/2020 tertanggal 16 Juni 2020 tentang Tanggapan atas Pengaduan.
5. Media Tempo Harus Minta Maaf Terkait Berita Hoaks
6. Tersangka Pemeras Bermodus Penyelewengan KJP Mengaku Polisi dan https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/14/15310671/tersangka-pemeras-bermodus-penyelewengan-kjp-mengaku-polisi-dan-wartawan.
7. Keterlibatan oknum polisi dari Unit Provost Polda Metro Jaya bernama Gugun Gunadi ini terkonfirmasi kebenarannya pada pertemuan dengan Leo Sitepu salah satu perwira di Unit Reskrim Polres Jakarta Barat, 1 Juli 2020. Gugun saat ini telah ditangani oleh Polda Metro Jaya.
8. BREAKING NEWS Aparat Buru Wartawan dan Polisi Gadungan Pemeras Pemilik Toko di Jakarta Barat, https://jakarta.tribunnews.com/2020/07/14/aparat-buru-wartawan-dan-polisi-gadungan-pemeras-toko-di-jakbar-modus-penggelapan-kjp.
Beritakan Hoax, Kompas dan Tribunnews Jangan Jadi Penjilat Pantat Kapolsek, Opini Wilson Lalengke
By -
Wednesday, July 15, 2020
Tags: