Oleh : Musa Weliansyah
Dulu pernah ada Program Raskin (Beras Masyrakat Miskin) yang diubah menjadi Beras Sejahtera (Rastra) dan selanjutnya berganti model menjadi Bantu Pangan Non Tunai (BPNT). Pada kurun tahun 2019 untuk Provinsi Banten baru bisa melaksanakan program BPNT dengan nilai bantuan sebesar Rp. 110.000 per keluarga penerima manfaat (KPM), kemudian pada Januari 2020 BPNT berubah nama menjadi Bantuan Sosial Pangan (BSP).
Guna mencegah stanting, nilai bantuan program BSP pun mengalami peningkatan menjadi Rp. 150.000/KPM. Namun baru berjalan dua bulan tepatnya pada akhir februari tahun 2020 dunia digegerkan dilanda bencana non alam yaitu covid-19 dan untuk upaya pencegahan pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya salah satunya untuk meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat yang kurang mampuh, supaya asupan gijinya terpenuhi terutama keluarga penerima manfaat program bantuan sosial penanganan fakir miskin seperti BPNT.
Akhirnya pemerintah kembali menaikan nilai bantuan tersebut menjadi Rp. 200.000/KPM terhitung mulai bulan Maret hinga Agustus 2020, sehinga komodity yang diterima keluarga penerima manfaat bisa bertambah hinga empat komodity dari agen BPNT atau e-WARONG yang telah tersedia di masing-masing desa setiap tangal 5-10 pada tiap bulannya, dengan membawa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
KPM yang memiliki KKS ini adalah mereka yang menjadi penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan KPM penerima program bantuan sosial BPNT atau BSP yang namanya tercatat pada Basis Data Terpadu (BDT) atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Dalam perjalanan penyaluran BSP ke tiap KPM ini kerap menimbulkan gesekan dan ragam kritik sosial, terlebih soal gesekan kepentingan yang bermain dengan memanfaatkan peluang bisnis menggiurkan pada program ini, bermunculannya supplier-supplier yang lincah memainkan trik berburu usaha berlebel program hingga ketingkat dugaan hegemoni usaha.
Bak singa yang berburu rusa jinak di padang sabana, sehinga banyak kejanggalan usaha kurang sehat, sempat ada intimidasi untuk TKSK di Lebak Selatan. Terkait ini media masa di Banten banyak mengabarkan temuan yang terkesan adanya pengiringan pemaksaan hegemoni pasar, mulai dari monopoli supplier, bermunculan agen BPNT dadakan hinga agen siluman, adanya dugaan konspirasi terselumbung antara aparat desa bersama supplier dan agen/e-Warong dengan TKSK.
Juga banyak ditemukan komodity yang dikirim supplier tidak layak konsumsi, sembako datang terlambat, KPM dipaksa menerima komodity paket, tidak sesuai dengan harga pasar, beras medium harga premium, hingga pemberian telur infertil kepada KPM. Inilah problema yang banyak ditemukan di lapangan khususnya di wilayah kerja legislasi saya di Kabupaten Lebak.
Adanya dugaan keterlibatan Ketua PSM Kota Tangerang yang juga Ketua FORNAS TKSK pada salah satu Perusahaan Terbatas yang bergerak dibidang pengadaan komodity pada program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada tahun 2019 yang kini menjadi Bantuan Sosial Pangan (BSP) 2020.
Dugaan keterlibatan DS yang menjadi wakil direktur PT. APA mendorong Program ini pada Konplik Kepentingan yang berpotensi terjadinya KKN hingga ketingkat E-Warung, dengan kepiawian sosok TKSK Jati Uwung yang juga pernah menjadi Ketua Forum TKSK Prov. Banten.
Bukan hanya terjadi conflict of interest namun terjadinya praktek Monopoli yang dilakukan oleh PT. APA di Kab. Lebak pada tahun 2019-2020 yang mana Perusahaan yang dikendalikan Ketua Forum Nasional TKSK ini sangat mudah melancarkan kegiatan bisnis komodity dengan melibatkan para TKSK ditingkat kecamatan, sehinga mengumpulkan 403 Agen BPNT di Kab. Lebak tidak memerlukan waktu lama dan mereka didorong dengan MOU dalam jangka waktu hingga akhir desember 2019 dan di perpanjang kembali pada tahun 2020.
Praktek Monopoli juga terjadi di Kab. Serang hingga sekarang dan Pandeglang 2019 hingga awal tahun 2020, dengan adanya MOU maka seluruh agen terjadi pemaketan dan lahirnya Agen BPNT calo dan Supplier-Supplier calo dari berbagai kalangan (Oknum Kades, Tksk, Ormas, Lsm Hinga Oknum Wartawan) bahkan tidak tertutup kemungkinan adanya keterlibatan para oknum pejabat di dinas sosial kabupaten atau kota.
Kegiatan bisnis sembako Program BPNT ini dikuasai PT. APA bukan hanya terjadi pada beberapa kabupaten atau kota di Prov Banten, tapi terjadi juga di beberapa kabupaten atau kota di Jawa Barat Seperti di Bogor.
Kelancaran bisnis sembako yang di dalamnya ada petinggi TKSK ini kerap kali mendapat dukungan yang sangat serius dari oknum pejabat di tingkat kabupaten atau kota seperti yang terjadi di Kab. Lebak PT. APA Memakai Gudang Rice Miling Plan Milik Pemda Lebak dibawah pertangungjawaban Dinas Perindustrian dan perdagangan dengan dalih sewa namun tanpa dasar dan aturan yang jelas harga sewapun sangat murah.
Conflict Of Interest berujung Intimidasi
Pada Oktober 2019 di Kab Lebak ada sekitar lima Kecamatan dengan total 63 Agen yaitu Kecamatan Cihara, Pangarangan, Bayah, Cibeber dan Kec Cilograng yang disorong oleh para TKSK memutuskan untuk pindah supplier ke perusahaan lain karena adanya ketidak sepahaman dengan managemen PT. APA walau mereka tau didalamnya ada Sosok Ketua Fornas TKSK yang sangat mereka kenal.
Akhirnya pada bulan November 2019 semua agen BPNT tersebut pindah kepada PT. KO namun pada saat itu terjadi ke lima TKSK tersebut harus berurusan dengan hukum dan akhirnya diperiksa di unit Tipikor Polres Lebak Entah apa yang menjadi Motif penyelidikanya.
Dan akhirnya mendapatkan intimidasi hingga dihadapkan dengan salah satu ketua ormas yang dihadiri direktur dan wakil direktur PT. APA karena masih dalam ikatan perjanjian atau MOU hingga bulan Desember Th 2019, pada bulan Desember akhirnya semua agen di lima kecamatan tersebut kembali lagi kepada PT. APA.
Bukti Monopoli tersebut sangatlah nampak dan bukan menjadi rahasia umum bahkan diketahui oleh pejabat dinas sosial kabupaten Lebak begitu pula dengan pejabat dinas sisoal Kabupaten yang lainya.
Namun pada bulan Januari 2020 kelima Kecamatan tersebut tetap memutuskan untuk keluar dan pindah pada supplier lain yaitu CV. AS yang merupakan salah satu Supplier yang dibentuk setelah adanya perogram BPNT dan beralamat di Kec. Cihara Kab. Lebak hingga bulan Mei ada sekitar 59 Agen yang Mou dengan Cv. Astan dua Agen PT. Bulog yaitu RPK Desa Pondok Panjang dan RPK desa Berunai, Dua Agen Mandiri yaitu e-Warong desa-desa Ciparahu dan Desa Cihara.
Pada bulan juni di Kec Bayah ada dua agen yang ikut mandiri yaitu Agen BPNT desa Bayah Barat dan Agen BPNT desa Bayah Timur, dan pada bulan Juli bertambah kembali ada tujuh agen yang mandiri di kec Bayah. Total agen yang mandiri di lima kecamatan ini per juli 2020 menjadi sembilan Agen BPNT.
Tiga Supplier dan agen Mandiri PT. APA Masih menguasai diatas 50% Agen BPNT hingga saat ini dari total sejumlah 403 Agen di kabupaten Lebak. Lain halnya dengan Kab Serang berdasarkan hasil informasi seluruhnya dikuasai PT. APA dari Th 2019.
Di Kabupaten Pandeglang dari total 337 agen BPNT Th 2019 dikuasai PT APA diatas 75% dan sisanya oleh PT KenziOne dan pada Th 2020 ada Tiga supplier yaitu bertambahnya supplier comodity program sembako milik Pemda Kabupaten Pandeglang yaitu PT. Berkah namun jumlah agen BPNT diatas 50% masih dikuasai PT.APA.
Terjadinya Pemaketan Sembako Melangar Pedoman Umum
Akibat adanya MOU antara pihak supplier dengan e-WARONG seluruh agen melakukan pemaketan sembako, bukan sesuai pesanan KPM di masing-masing agen sehinga KPM tidak bisa menentukan kebutuhan pokok yang diinginkannya, mereka harus menerima komodity yang sudah dikemas oleh agen BPNT seperti 10 kg Beras, 15 butir Telur, 1/4 kacang Hijau, satu ekor ayam broiler hidup/beku, Satu bungkus sayuran atau buah-buahan untuk paket BSP Rp. 200.000/KPM.
Apabila diuangkan harga yang dijual agen BPNT yang MOU dengan supplier semua komidity diatas harga pasar seperti telur Rata-rata diberi harga Rp 29.000/15 Butir, Beras Rp. 11.99/kg, Kacang Hijau Rp.26.000/kg, Ayam broiler Hidup Rp. 32.000/kg, Ayam Bloirel beku Rp. 39.000/kg begitu pula dengan Tempe, Tahu, Sayuran dan Buah-Buahan semua harga diatas harga pasar.
Tidak Terlaksananya Prinsif 6 T Program BPNT
Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) semestinya mengedepankan prinsif 6 T Namun kenyataannya kerap kali terjadi keterlambatan diatas tanggal 10 setiap bulannya, bahkan sering terjadi melewati pertengahan bulan hingga tgl 18-20 pada setiap bulan.
Komodity busuk tidak layak konsumsi, hingga penjualan telur inferti terjadi pada agen BPNT yang MOU dengan supplier, Harga Beras Premium namun kenyataanya KPM menerima beras Medium atau beras IR lokal yang harga pasar cuma Rp. 9.000-10.000/kg.
ini sudah sangat jelas adanya upaya memanfaatkan program fakir miskin untuk memperkaya diri dan golongan tanpa mengedepankan azas keadilan dan sangat merugikan masyarakat miskin penerima manfaat serta diduga mengakibatkan kerugian negara diatas Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar) setiap bulannya dengan pola markup harga sembako seperti beras medium dijual harga premium persoalan tersebut terjadi dan diduga dilakukan oleh hampir semua agen BPNT yang MOU dengan supplier.
Beda halnya dengan beberapa agen mandiri yang menjual beras Rp. 10.000/kg padahal sumber dan kualitas beras sama, begitu pula pada harga sembako lsinya jauh terjadi perbedaan dan mereka lebih memperdayakan pengusaha lokal yang ada di desa masing-masing, kendati ada juga e-WARONG mandiri cuma kedok saja padahal mereka masih bekerjasama dengan supplier sehingga menjual komodity sesuai dengan e-WARONG lainnya.
Keterlibatan TKSK dan Aksi Pembiaran
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang sekaligus sebagai Pendamping Sosial Bahan Pangan Kecamatan (PSBK) harusnya menjadi lokomotif didalam melakukan pendampingan dan membimbing para agen BPNT di kecamatan masing-masing. Namun malah kebalikannya, kebanyakan mereka seakan masa bodoh komodity apa, sumbernya dari mana, kualitasnya bagaimana dan berapa harganya persoalan ini diduga kuat akibat conflict of interest terlebih adanya keterlibatan yang diduga Ketua Fornas TKSK yang menjadi wakil Direktur PT. APA.
Selaku wakil rakyat tidak jarang saya memberikan saran, masukan dan teguran baik kepada TKSK maupun agen BPNT atas temuan-temuan di lapangan dan pengaduan dari KPM namun selalu diabaikan, pengaduan juga kerap datang dari agen yang ingin mandiri namun selalu diintimidasi dan ditakut-takuti agar mereka tetap bekerjasama dengan supplier tersebut sesuai MOU
Monopoli erat kaitanya dengan conflict of interest
Program BPNT atau BSP sangat erat kaitannya antara monopoli dan konflik kepentingan, alasannya adalah Agen BPNT didominasi pelaksana pprogram Sosial seperti Oknum Perangkat Desa, Kepala Desa, Istri Kades, Anak kepala Desa, Istri Prades, Keluarga Kades dan Prades, Pendamping PKH, Pendamping Desa, oknum PNS dan Istri PNS.
Bukan Hanya sebatas menjadi agen, tidak sedikit oknum Kepala Desa, Prades, TKSK yang direkrut menjadi penyedia atau supplier komodity yang dikirim kepada Perusahaan yang MOU dengan agen.
Padahal agen BPNT MOU dengan PT APA seharusnya mereka terima komodity langsung sesuai PO dan kesepakatan, namun kenyatannya PT. APA seringkali menyuruh orang ke tiga untuk memenuhi pesanan sembako agen tersebut, namun agen diwajibkan menjual kebutuhan pokok tersebut sesuai dengan harga yang telah ditentukan oleh PT. APA yang berlaku pada seluruh agen yang melakukan MOU dengan perusahaan tersebut.
Nantinya agen terima keuntungan Rp. 9.000/kpm s/d Rp. 13.000/kpm tergantung kesepakatan, itupun diluar keuntungan bisnis komodity seperti beras, telur, ayam, kacang hijau, buah-buahan dan sayuran bagi agen BPNT yang ikut menyediakan atau menyuplai bahan pokok kepada agen-agen lainnya.
Ada beberapa oknum Kades yang juga sebagai agen BPNT menjadi penyuplai beras dan telur serta komodity lainnya kepada PT. APA, yang dibeli dari para pengusaha lokal di wilayahnya seharga Rp. 8.300/kg kemudian dijual ke PT. APA dengan harga rata-rata Rp. 9.000/kg dengan menggunakan kemasan yang disiapkan oleh PT APA tersebut yaitu CAHAYA BERKAH, tanpa dilakukan uji mutu, kandungan kadar air, derajat sosoh, dll. karena beras tersebut dari pengolahan (pengilingan) langsung dikirim kepada masing-masing agen Dan beras dihasilkan dari varietas padi campuran yang dibeli dari para petani langsung serta para pengepul padi kering.
Dari selisih harga pembelian dan penjualan kepada KPM inilah keuntungan dari beras sebesar Rp. 2.900/kg yang PT APA dan supplier lain terima, belum termasuk keuntungan dari komodity lainnya yang mengambil keuntungan diluar batas kewajaran seperti kacang hijau lokal yang dibeli dengan harga Rp. 18.000/kg namun dijual oleh agen BPNT kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) seharga Rp. 26.000/kg nya.
Persoalan lebih serius terjadi hampir pada semua agen BPNT yang mana agen tindak mengumumkan secara transparan daftar penerima BPNT, sehari-hari mereka tidak menjual kebutuhan pokok seperti beras, telur, sayuran dll namun mereka hanya buka pada saat penyaluran program BPNT apabila paket komodity sudah dikirim supplier setiap satu bulan sekali.
KPM tidak menerima struk atau nota pembelanjaan yang mencantumkan nilai harga satuan dan volume, akibat sistem paket kebanyakan agen tidak melakukan penimbangan terhadap komodity yang diberikan kepada KPM Sehingga kekurangan Volume sering terjadi, harusnya beras 10 kg terkadang ada 9 kg, telur hanya 0,9 kg. Bahkan untuk ayam hidup masing-masing KPM Menerima bobot yang berbeda-beda.
Penulis menyimpulkan apabila persoalan ini terus dibiarkan, maka secara tidak langsung program BPNT atau BSP mendidik para pelaksana program hingga tim koordinasi tingkat desa untuk berprilaku koruptif dan menjadikan program sosial penanganan fakir miskin ini menjadi ajang bisnis, mencari keuntungan pribadi dan memperkaya diri sendiri, kelompok dan golongan serta akan terus menjadi conflict of interest yang berpotensi terjadinya KKN hingga tingkat e-Warong.
Dan ini merupakan bentuk pelanggaran dan penghianatan terhadap Undang-Undang No 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin serta menciderai PANCASILA dan UUD 1945, Bahkan sangat bertentangan dengan ajaran Agama manapun yang berada di NKRI.
Untuk itu Penulis Berharap Agar Ketua, Wakil Ketua dan seluruh Anggota TIM PENGENDALI PROGRAM BPNT DAN BSP :
1. Koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan selaku Ketua
2. Menteri Perencanan Pembangunan Nasional atau Kepala Bapenas selaku wakil Ketua
3. Sekertaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penangulangan Kemiskinan (Tnp2k)
Serta Para Anggota TIM PENGENDALI PROGRAM SEMBAKO :
1. Mendagri
2. Kemensos RI
3. Mendikbud RI
4. Mentri Agama RI
5. Mentri ESDM
6. Menku RI
7. Mentri Perdagangan
8. Mentri Pertanian
9. Menkumham RI
10. Menkominfo RI
11. Mentri BUMN
12. Mentri Riset Teknilogi dan Pendidikan Tingi
13. Mensesneg RI
14. Sekertari Kabinet
15. Kepala BPS
16. Kepala Staf Kepresidenan
17. Gubernur BI
18. Ketua Dewan Komisioner OJK
Untuk segera melakukan evaluasi dan mengkaji kembali program BSP ini karena penulis berpendapat dengan program sembako kurang tepat dan hanya dijadikan ajang kepentingan bisnis oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dan hanya akan melahirkan prilaku-prilaku koruptif, ini jauh lebih buruk dari program raskin dan rastra kedepan.
Penulis berharap agar program ini diganti dengan uang Tunai melalui Rekenig KPM seperti PKH dan KPM bisa belanja komodity sesuai kebutuhannya pada warung tetangga, ini jauh lebih efektif serta meningkatkan pendapatan pengusaha kecil di tingkat desa sebagai upaya penerintah dalam upaya mengurangi angka kemiskinan jauh akan lebih efektif dan berhasil, program penanganan fakir miskin akan betul-betul bisa dirasakan kelompok penerima manfaat atau KPM.
Kepada Aparatur Penegak HUKUM Penulis Berharap :
1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
2. Kepala Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI)
3. Kepala Kejaksaan Agung RI (KAGUNG)
Agar segera melakukan koordinasi dan melakukan upaya penegakan hukum sesuain dengan kewenangan dan tingkatannya, mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam program sosial penanganan fakir miskin ini tanpa terkecuali, jika ditemukan adanya keterlibatan oknum APH dari tingkat pusat hingga daerah. Semata-mata untuk keadilan Hukum karena yang menjadi korban adalah jutaan rakyat miskin.
Banten, 20 Juli 2020
Penulis Adalah :
Angota DPRD Kab. Lebak FRAKSI-PPP
Alamat : Kp. Ciapus Ds. Cipeucang RT. 12 RW. 04 Kec. Wanasalam Kab. Lebak
Provinsi Banten, Kode Pos 42396
Hp : 081316555558
085871555558
Soal Program BPNT Di Kabupaten Lebak dan Sekitarnya, Ini Kata Anggota DPRD Kab Lebak
By -
Thursday, July 23, 2020