Kawan-kawan tau angkot gratis di Jakarta yang bertuliskan Jak Lingko? Iya, angkot-angkot tersebut (atau yang biasa disebut mikrotrans) merupakan bentuk sempurna dari terintegrasinya angkutan umum di Jakarta. Sebelum ada program Jak Lingko, angkot-angkot di Jakarta penuh dengan stigma buruk, seperti macet, panas, supir yang ugal-ugalan, ngetem, berhenti sembarangan, harga yang tidak pasti serta pencopetan.
Stigma buruk itulah yang berusaha dihilangkan oleh Pemprov DKI Jakarta dibawah pimpinan Gubernur Anies Baswedan agar warga Jakarta mau kembali menggunakan transportasi umum sebagai tulang punggung utama transportasi di Jakarta.
Cara Gubernur Anies untuk meremajakan dan memanusiakan angkot-angkot di Jakarta bukan dengan cara terdahulu yang penuh pemaksaan. Jika dahulu di Jakarta atau di daerah lain, umumnya angkot-angkot yang dikelola oleh koperasi atau yayasan akan dipaksa dishub untuk mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah, mulai dari memaksa angkot meremajakan armadanya dengan bantuan yang minim dari pemerintah, memaksa supir berseragam, dll.
Jika angkot-angkot tersebut tidak melaksanakan aturan tersebut, maka ada sejumlah ancaman yang menanti, mulai dari ancaman penyitaan kendaraan angkot yang sudah dianggap tua, menilang supir, menutup rute, larangan beroperasi hingga menyuruh TransJakarta mengambil alih rute para angkot atau bus kota, seperti yang dialami oleh kopaja dan metromini di Jakarta.
Namun, cara yang berbeda dilakukan oleh Gubernur Anies. Gubernur Anies memilih pendekatan yang lebih manusiawi untuk meremajakan angkot di Jakarta, yakni dengan mengintegrasikan angkot ke dalam TransJakarta atau disebut dengan mikrotrans. Angkot-angkot ini beroperasi atas nama TransJakarta, akan tetapi dalam operasionalnya bekerja sama dengan koperasi-koperasi angkot yang telah ada di Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta, melalui PT. Transportasi Jakarta juga mengadakan armada-armada angkot yang baru, untuk menggantikan armada yang telah tua dan usang. Sebagian dari armada tersebut bahkan menggunakan AC untuk memanjakan para penumpang.
Supir-supir angkot lama juga tidak disingkirkan, mereka justru diberikan pelatihan dan direkrut menjadi supir mikrotrans. Selain membuat supir menjadi lebih tertib dan jelas identitasnya karena harus memenuhi standar prosedur Transjakarta, juga membuat supir lebih sejahtera karena tidak lagi memikirkan setoran harian.
Supir hanya perlu menjalankan mikrotrans sesuai target kilometer harian tanpa harus memikirkan akan ada penumpang atau tidak dan supir akan tetap digaji perbulan. Hal ini tentunya membuat supir tidak perlu lagi ngetem disembarang tempat untuk mendapatkan penumpang dan penumpang dapat sampai tujuan tepat waktu.
Angkot Jak Lingko atau mikrotrans juga dilengkapi dengan metode pembayaran non tunai dan tidak menerima pembayaran tunai. Hingga saat ini tarif angkot jaklingko masih 0 rupiah alias gratis. Hal ini tentunya sangat meringankan warga dalam bermobilitas.
Karena angkot Jaklingko menggandeng koperasi angkot yang sebelumnya telah ada di Jakarta, sehingga rute koridornya pun merupakan rute koridor angkot lama yang biasa digunakan warga. Angkot Jak Lingko hanya mengubah nama rute koridor angkotnya, misalnya angkot mikrolet M-02 jurusan Pulo Gadung-Kp. Melayu, diubah menjadi angkot Jaklingko Jak-41 dengan jurusan yang sama. Walaupun begitu, ada juga koridor baru yang baru dibuka oleh angkot Jaklingko untuk lebih banyak menjangkau penumpang.
Bergabungnya angkot ke dalam program Jaklingko bukan hanya menjadikan integrasi Transportasi umum di Jakarta lebih sempurna, melainkan juga langkah humanis yang dilakukan oleh Gubernur Anies untuk meremajakan armada angkot dan meningkatkan kesejahteraan para supir angkot.
Semoga kebijakan Angkot Jaklingko ini bisa diikuti oleh daerah lain. Supir dan koperasi angkot juga bisa diajak bekerja sama untuk memajukan transportasi umum perkotaan selama pemerintah kota memiliki kemauan untuk merangkul mereka dan tidak hanya berfokus pada bus kota yang untuk naiknya saja warga masih harus mengumpulkan sejumlah botol plastik bekas.
Jakarta, 6 September 2021