Dinkes DKI Jakarta memfasilitasi keluhan yang disampaikan oleh Relawan Kesehatan Indonesia terkait pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit. |
PEWARTA-TAMBORA.COM, JAKARTA - Dinkes DKI Jakarta memfasilitasi keluhan yang disampaikan oleh Relawan Kesehatan Indonesia terkait pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit.
Rekan Indonesia menyampaikan keluhan kepada dinkes DKI terkait kasus yang terjadi pada keluarga pasien a.n Sari (bukan nama sebenarnya) penyintas HIV/AIDS saat akan mengambil obat ARV ke RSKD Duren Sawit pada tanggal 19 Januari 2022.
Vivi (bukan nama sebenarnya) datang pada jam 10 pagi ke RSKD Duren Sawit, tanpa membawa rujukan dan keluarganya yang penyintas HIV/AIDS.
Saat datang ke RSKD Duren Sawit, Vivi ditanya bagian pendaftaran pasien maksud keperluannya di RSKD Duren Sawit. "Saya bilang mau ambil obat ARV" ucap Vivi kepada petugas.
Oleh petugas Vivi ditanyakan rujukan dari puskesmas dan keberadaan pasien, tapi karena ketidakpahaman prosedur Vivi tidak membawa rujukan dan keluarganya yang penyintas HIV/AIDS. "Karena saya tidak tahu prosedurnya seperti apa jadi saya tidak bawa rujukan puskesmas dan adik saya" Cerita Vivi.
Oleh petugas dijelaskan jika tidak bawa rujukan puskesmas dan yang sakitnya maka tidak bisa, apalagi penyakit HIV/AIDS tidak dijamin oleh BPJS.
Oleh petugas Vivi dialihkan untuk bertemu tenaga pendamping bernama Kiki (bukan nama sebenarnya). Oleh Kiki, Vivi diarahkan untuk melakukan pendaftaran umum dengan biaya Rp 100 ribu agar bisa mendapat rujukan, pemeriksaan dokter dan obat.
"Saya langsung diarahkan untuk mendaftar dengan biaya Rp 100 ribu untuk bisa mendapat rujukan, pemeriksaan dokter dan obat" papar Vivi.
Sebelumnya Vivi sempat melaporkan apa yang dialami dirinya ke Rekan Indonesia, mendapati laporan tersebut Rekan Indonesia langsung mengarahkan agar pulang saja dan besok buat rujukan puskesmas terlebih dahulu lalu baru membawa adiknya ke RSKD Duren Sawit untuk dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan obat ARV.
"Saya sudah diarahkan Rekan Indonesia tapi oleh Kiki tetap dipaksa untuk mendaftar dengan membayar Rp 100 ribu, dan akhirnya saya membayar pendaftaran tersebut" cerita Vivi.
Vivi menambahkan bahwa setelah membayar pendaftaran, dirinya diserahkan surat rujukan dan obat ARV, setelah itu dirinya pulang dan diperjalanan kembali berkomunikasi dengan Rekan Indonesia.
Mendapati ada warga yang mendapat perlakuan tidak sesuai prosedur tersebut, Rekan Indonesia segera melaporkan kepada Dinkes. Oleh Dinkes segera direspon dengan mengkonfirmasi kepada pihak RSKD Duren Sawit.
Hal tersebut diceritakan oleh ketua nasional Rekan Indonesia, Agung Nugroho melalui siaran pers Rekan Indonesia kepada media massa hari ini (24/1) di Jakarta.
"Ada beberapa permasalahan. Pertama, adanya intervensi terhadap pendaftaran pasien oleh tenaga pendamping yang notabene bukan petugas resmi RSKD Duren Sawit. Kedua, ada pelanggaran SOP dimana keluarga pasien tidak membawa pasien tapi bisa diberikan obat padahal pasien baru 1 bulan menggunakan obat. Ketiga, ada tendensi untuk menutup-nutupi masalah dengan memposisikan warga yang mengadukan keluhannya sebagai pihak yang salah dalam berkomunikasi" ungkap Agung.
Agung menambahkan, bahwa prosedur yang ada itu untuk rekomendasi obat ARV yang masih baru mengkonsumsi harus dilakukan pemeriksaan kepada pasien tidak bisa tanpa ketidakhadiran pasien lalu bisa diberikan obat ARV. Kecuali pasien sudah setahun mengkonsumsi obat ARV baru bisa dilakukan pemberian obat ARV tanpa harus pasien datang ke dokter.
"Untuk pasien HIV/AIDS yang sudah mengkonsumsi obat ARV selama 1 tahun, bisa melakukan tele medicine dengan dokter untuk diobservasi kondisinya melalui telp" tegas Agung.
Untuk itulah, Agung meminta Dinkes untuk memfasilitasi pertemuan dengan pihak RSKD Duren Sawit, tenaga pendamping, Rekan Indonesia, dan keluarga pasien.
"Dan tadi siang 24 Januari 2022 jam 13:22 telah dilakukan mediasi dengan mempertemukan pihak RSKD Duren Sawit, tenaga pendamping, Rekan Indonesia dan Keluarga Pasien" kata Agung.
Dalam mediasi tersebut pihak sudinkes Jaktim dr. Ino mengatakan bahwa apa yang menjadi keluhan Rekan Indonesia terhadap kasus tersebut akan menjadi masukan dan perbaikan.
"Saya mohon maaf atas ketidaknyamanan terhadap pelayanan di RSKD Duren Sawit. Dan apa yang dikeluhkan akan menjadi masukan dan perbaikan agar ke depan tidak terulang kejadian yang sama" tegas dr. Ino. (rhn)