Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah |
PEWARTA-TAMBORA.COM, Jakarta - Sejumlah pemain teknologi finansial pendanaan bersama (P2P lending) mengaku keberatan atas beberapa poin regulasi anyar pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi berkaitan platform P2P lending.
Sebagai informasi, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang PPh dan PPN Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Beleid menerangkan aturan ini mulai berlaku per 1 Mei 2022.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menyampaikan, bahwa kebijakan perpajakan pasti akan ada pengaruhnya, tapi sampai ini ia mengaku belum melihat apakah dampaknya signifikan atau tidak.
"Namun, kami yakin kebutuhan terhadap pinjaman dari industri fintech P2P lending masih ada, karena Indonesia masih memiliki credit gap yang tinggi. Tetapi apakah kita masih akan experience growth yang sama, saya yakin berpotensi menipis, akan ada dampak akibat perpajakan," ujar pria yang di sapa Kus.
Kendati demikian, Kus menyebut masih ada harapan bisa mencapai kisaran Rp 220 triliun untuk penyaluran pembiayaan fintech di tahun ini. Atau meningkat dari penyaluran pinjaman industri P2P lending yang mencapai Rp155,97 triliun di tahun lalu, dari sekitar 103 juta entitas lender kepada lebih dari 297,8 juta entitas borrower.
"Kami akan memproyeksikan ulang setelah melihat tren mulai semester II/2022, setelah melihat bagaimana pengaruh kebijakan perpajakan terhadap para platform," kata Kus.
Salah satu fintech P2P lending malah sudah ada yang merasakan dampak dari adanya kebijakan perpajakan ini, yaitu DanaRupiah yang mengaku dengan adanya aturan pajak akan berdampak kepada penurunan minat lender untuk mendanai di fintech P2P.
Asosiasi berharap adanya insentif buat menggairahkan lender ritel. Menurutnya, skema pengenaan PPh yang berbeda buat lender ritel akan sejalan dengan tujuan strategis pemerintah memperbesar akses permodalan buat UMKM.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sepakat dengan rencana pemerintah yang akan mengenakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap pelaku jasa keuangan di platform pinjaman online (pinjol).
Kus menuturkan selama ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait rencana tersebut.
“Sudah kami koordinasi terus dengan Kemenkeu. (Kami) sepakat terkait dengan tax clarity untuk transaksi P2P lending, sudah kami diskusikan dan juga ada pendekatan,” kata Kus. (ril/her)