PEWARTA-TAMBORA.COM, JAKARTA — Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), yang menggantikan nomenklatur Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, menjadi salah satu pos penting dalam laporan keuangan daerah.
Pada tahun anggaran 2023, Retribusi PBG DKI jakarta dianggarkan sebesar Rp270,5 miliar. Namun, hingga akhir tahun, berdasarkan (laporan Hasil Pemeriksaan ) LHP BPK realisasi hanya mencapai Rp234,3 miliar atau 86,62% dari target.
Dengan kekurangan sebesar Rp36,1 miliar atau 13,38% dari target, berbagai faktor diduga menjadi penyebab utama ketidaktercapaian ini.
Awy Eziary, pakar kebijakan publik, menyoroti dua alasan utama yang memengaruhi penerimaan retribusi PBG. Pertama, dampak dari pencanangan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
"Perubahan besar dalam tata ruang dan prioritas pembangunan di beberapa wilayah Mungkin menurunkan antusiasme masyarakat untuk mengajukan PBG," jelas Awy, Selasa (24/12/2024).
Namun, alasan lainnya yang tak kalah signifikan adalah kurangnya penegakan hukum terhadap pelanggaran bangunan. Awy mencatat bahwa ketiadaan biaya bongkar bagi pemilik bangunan yang melanggar aturan membuat sanksi hukum menjadi lemah.
"Ketika sanksi tidak diikuti dengan tindakan tegas, banyak pemilik bangunan merasa tidak takut melanggar. Hal ini berdampak langsung pada penerimaan daerah," tambahnya.
Mengenai hal ini, muncul pertanyaan, "Benarkah tidak tercapainya target Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) pada tahun 2023 disebabkan oleh rencana pemindahan Ibu Kota Negara?
Apakah ada faktor lain yang turut memengaruhi, seperti lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran bangunan?"
Meski begitu, Awy mengapresiasi adanya kenaikan penerimaan PBG tahun 2023 sebesar 35,31% atau Rp61,1 miliar dibandingkan realisasi Retribusi IMB tahun 2022 yang hanya mencapai Rp173,1 miliar.
"Ini menunjukkan adanya peningkatan kepatuhan masyarakat, meskipun masih perlu perbaikan dalam aspek kebijakan dan penegakan hukum," ungkapnya.
Ke depan, Awy merekomendasikan pemerintah daerah untuk memperkuat mekanisme penegakan hukum, termasuk pemberlakuan biaya bongkar yang efektif, serta memastikan kebijakan PBG lebih adaptif terhadap dinamika pembangunan.
"Langkah strategis ini penting untuk meningkatkan penerimaan daerah sekaligus mendorong pembangunan yang lebih tertib dan berkelanjutan," pungkasnya.(red)